Kota Bengkulu (ANTARA) - Barang-barang kebudayaan merupakan aset penting yang mencerminkan identitas dan sejarah suatu bangsa. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan komunitas untuk menjaga serta melestarikan barang-barang kebudayaan agar tidak punah seiring perkembangan zaman.
Salah satunya Boneka Barong Landong, salah satu warisan kebudayaan khas dari Bengkulu, kini semakin sulit ditemui seiring dengan perkembangan zaman. Boneka tradisional ini memiliki nilai sejarah dan simbolik yang tinggi, namun keberadaannya semakin langka akibat sedikitnya regenerasi perajin serta kurangnya minat generasi muda untuk melestarikan.
Boneka Barong Landong ini hanya tersisa tiga buah di Kota Bengkulu. Pertama terdapat di Museum Bengkulu, kemudian di rumah ketua BMA (Badan Musyawarah Adat) Provinsi Bengkulu dan ketiga di Sanggar Anggrek Bulan.
Salah satu ketua sanggar seni Bengkulu mengaku banyak harapan mengenai kelestarian Boneka Barong Landong ini.
Baca juga: Menjelajah keindahan tersembunyi: Island hopping di Enggano, destinasi wisata baru Bengkulu
Baca juga: Berburu kurma di Pasar Minggu, dari Tunisia madu hingga Al Meera
“Saya sangat mengharapkan adanya festival Barong Landong yang bertujuan mengajak generasi muda untuk melestarikan kebudayaan yang ada,” ujar Oza Tarino, selaku ketua Sanggar Anggrek Bulan pada Jumat (7/3/2025)
Barong Landong sendiri merupakan boneka raksasa yang menyerupai sepasang manusia, laki-laki dan perempuan, dengan tampilan wajah yang khas dan pakaian tradisional Betawi. Boneka ini biasanya ditampilkan dalam arak-arakan atau pesta rakyat sebagai simbol doa keselamatan dan keberuntungan.
Suku Lembak Kota Bengkulu merupakan pencetus seni budaya pertunjukan khas barong ini. Meski belum banyak masyarakat yang mengenal Barong Landong, tetapi pada akhir tahun 2020 Barong Landong Kota Bengkulu telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.
Pelestarian boneka Barong Landong bukan hanya tentang menjaga benda fisik, tetapi juga merawat identitas dan filosofi kebudayaan yang terkandung di dalamnya. Tanpa tindakan nyata, seni tradisional ini berpotensi punah dan hanya menjadi kenangan dalam catatan sejarah.
Baca juga: Berburu takjil di Bengkulu: Antusiasme tinggi di Jalan S Parman, Padang Jati
Baca juga: Berburu takjil di depan Universitas Dehasen Bengkulu, pedagang raup untung besar!