Bengkulu (ANTARA) - Bank Indonesia mengingatkan agar daerah memahami bahwa kebijakan efisiensi bukan berarti "shutdown" atau membuat seluruh kegiatan-kegiatan terhenti.
"Saya pikir sih ini yang mesti dipahami, efisiensi itu tidak berarti shutdown, tidak berhenti atau tidak melakukan kegiatan. Persisnya efisiensi adalah memotong biaya-biaya yang mungkin tidak perlu (untuk bisa dimanfaatkan pada sektor prioritas lain)," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu Wahyu Yuwana, di Bengkulu, Jumat.
Ketika salah memahami efisiensi sebagai menghentikan berbagai kegiatan, maka hal tersebut dapat membuat masalah lain, seperti membuat aktivitas ekonomi menjadi lebih lesu.
Bank Indonesia Provinsi Bengkulu pun tetap berkomitmen membelanjakan anggaran sesuai dengan porsi dengan memperhatikan kebijakan efisiensi.
Tujuannya agar roda ekonomi Bengkulu tetap tumbuh. Ketika anggaran yang telah dirancang dapat direalisasikan sesuai dengan rencana maka semua sektor lainnya juga akan bergerak mulai dari hulu sektor produksi hingga hilirnya barang dan jasa.
"Kami di Bank Indonesia masih komitmen, istilahnya anggaran yang ada kita upayakan dibelanjakan di Bengkulu karena satu rupiah pun yang dibelanjakan di Bengkulu, saya yakin pasti punya dampak multiplier effect terhadap perekonomian Bengkulu," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan menyatakan Pemerintah Provinsi Bengkulu melakukan efisiensi di sejumlah pos anggaran, salah satu contohnya biaya publikasi yang selama ini mencapai Rp50 miliar lebih kini dipangkas hingga 89 persen.
Tapi di sisi lain, menurut dia Pemerintah Provinsi Bengkulu menaikkan anggaran pembangunan infrastruktur jalan di provinsi berjuluk Bumi Merah Putih itu hingga 428 persen.
Pemerintah Provinsi Bengkulu pada 2025 ini menganggarkan Rp500 miliar lebih untuk biaya pembangunan infrastruktur jalan di Bengkulu. Jadi, anggaran belanja Provinsi Bengkulu tetap terealisasi, bedanya, anggaran dibelanjakan pada sektor prioritas.