Kota Bengkulu (ANTARA) - Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu memeriksa mantan Penjabat/Pj Wali Kota Bengkulu periode 2012-2013, sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu periode 2024-2029 yaitu Sumardi.
Pemeriksaan tersebut dilakukan terkait dugaan kasus korupsi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) pusat perbelanjaan modern Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu.
"Ya, kita periksa. Intinya, semua kepala daerah yang pernah menjabat yang berkaitan akan kami panggil dan dilakukan pemeriksaan secara bergantian mengenai waktu pergantiannya," kata Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu Danang Prasetyo didampingi Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Bengkulu Ristianti Andriani di Kota Bengkulu, Selasa.
Ia menyebut bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh kepada daerah yang pernah menjabat selama proses kebocoran PAD pada Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu.
Selain melakukan memeriksa saksi Sumardi, penyidik juga memeriksa pihak perbankan yang diduga terlibat atau memiliki keterkaitan dalam aliran dana PAD.
"Total ada empat orang yang diperiksa hari ini, termasuk dari pihak bank yang dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik tindak pidana khusus Kejati Bengkulu," terang dia.
Sementara itu, Kejati Bengkulu memastikan akan ada tersangka baru pada kasus dugaan korupsi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari pengelolaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu.
Saat ini, Kejati Bengkulu telah menetapkan tiga tersangka pada kasus korupsi tersebut yaitu Direktur Utama PT Tigadi Lestari sekaligus pemilik Mega Mall Bengkulu, Wahyu Laksono Direktur Utama PT. Dwisaha Selaras Abadi dan mantan Wali Kota Bengkulu periode 2007 hingga 2012 sekaligus mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ahmad Kanedi.
Sebelumnya, kasus korupsi kebocoran PAD tersebut berawal dari lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu beralih status dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada 2004 menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Setelah itu, SHGB tersebut dipecah menjadi dua, yaitu untuk Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu, karena telah dipecah maka sertifikat hak guna bangunan tersebut dijadikan agunan ke perbankan oleh pihak ketiga, dan saat kredit menunggak SHGB kembali diagunkan ke perbankan lain hingga berutang pada pihak ketiga.
Untuk kerugian negara pada kasus tersebut, saat ini masih dalam perhitungan tim audit, namun jika dilihat jangka waktu yang lama sejak 2004 hingga saat ini kemungkinan mencapai ratusan miliar.
Sejak diresmikannya bangunan pusat perbelanjaan modern Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu pada 2004 hingga saat ini tidak ada pendapatan atau pajak yang disetorkan ke kas daerah Pemkot Bengkulu.