Lampung (ANTARA) - Pemerintah perlu mengoptimalkan pembersihan data (cleansing) peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama dari kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI), untuk mengurangi beban pembiayaan yang terus meningkat.
Hal ini disampaikan Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar di Lampung, Kamis, menyoroti banyaknya peserta PBI yang tidak lagi memenuhi syarat tetapi masih tercatat dalam sistem.
“Jika cleansing data dilakukan secara objektif dan akurat, maka peserta PBI yang seharusnya sudah tidak layak bisa segera dikeluarkan. Ini akan mengurangi beban anggaran negara untuk iuran PBI,” kata Timboel.
Cleansing data PBI tersebut, Timboel tujukan kepada peserta PBI yang mampu tetapi sejatinya tidak layak menerima subsidi JKN. Jika golongan mampu menggunakan kuota PBI maka akan semakin banyak warga miskin yang tidak mendapat kuota subsidi dan tidak tercover BPJS Kesehatan.
Menurutnya, selama ini cleansing data oleh pemerintah dalam beberapa hal menemui masalah karena cleansing data yang kurang akurat karena beragam persoalan, salah satunya kurang update verifikasi dan validasi data.
Timboel menyebut sistem cleansing yang baik akan membuat negara tidak perlu membayar iuran peserta yang sudah tidak memenuhi kriteria miskin atau rentan miskin.
Baca juga: Tak perlu ke kantor cabang, peserta BPJS TK bisa cairkan saldo JHT maksimal Rp15 juta lewat aplikasi JMO
Baca juga: Kemenkes: Peserta mampu tapi tak bayar JKN disanksi administratif
"Jangan misalnya Harvey Moeis yang sangat mampu tetapi sempat masuk dalam JKN Kartu Jakarta Sehat. Hal seperti ini perlu dicermati dan ada cleansing data. Kalau tidak dilakukan warga miskin tidak tercover PBI JKN. Padahal mereka golongan miskin sangat membutuhkan," katanya.
Iuran JKN Perlu Ditinjau
Timboel juga mengingatkan bahwa sejak 2019, iuran JKN tidak pernah naik, sementara biaya pelayanan meningkat tajam akibat kenaikan tarif INA-CBGs, kapitasi, dan skrining penyakit katastropik sesuai Permenkes No. 3 Tahun 2023.