Mukomuko Bengkulu (ANTARA) - Praktisi Hukum Muslim Chaniago meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu dan DPRD setempat kompak kerja sama dalam mencegah pencemaran lingkungan agar tidak ada lagi pabrik sawit yang membuang limbahnya ke sungai.
Direktur Kantor Hukum M. CH dan Partners Bengkulu Muslim Chaniago di Mukomuko, Sabtu, mengatakan, terkait penemuan air Sungai Anak Solang di Desa Lubuk Pinang berwarna hitam, apakah ada pelanggaran terhadap lingkungan atau tidak, atau apakah misalnya ada pelanggaran hukum lingkungan.
"Jadi sikap DPRD Mukomuko sebenarnya betul, tetapi sayang dia begitu, tetapi sikap ditunjuk Dinas Lingkungan Hidup itu sangat memalukan," katanya.
Komisi III DPRD Kabupaten Mukomuko dan Dinas Lingkungan Hidup sebelum turun ke lapangan guna menindaklanjuti laporan warga terkait air Sungai Anak Solang di Deaa Lubuk Pinang berwarna hitam, diduga akibat limbah PT PT Usaha Sawit Mandiri (USM), pabrik kelapa sawit.
Pada saat pertemuan dengan manajemen PT USM, anggota dewan dan pihak DLH terlibat perdebatan terkait penyebab air sungai berubah warna menjadi hitam.
Lembaga dewan cukup kasat mata membuktikan bahwa terjadi percemaran karena air Sungai Anak Solang mulai dari atas sampai bawah berwarna hitam, sedangkan DLH membuktikan dengan ada kolam limbah yang bocor dan uji laboratorium sampel air sungai.
Menurut dia, terkait ada atau tidak pencemaran air sungai ini, berbeda konteks karena secara kasat mata pencemaran sudah sangat nyata dan terang terangan terjadi.
Kecuali misalnya orang meragukan air yang terlihat jernih, tapi membuat orang jadi gatal, kalau itu boleh diambil sampel dan diuji di laboratorium, sedang sungai ini tidak murni lagi.
Hasil sidak anggota DPRD Mukomuko itu terbukti secara faktual sudah ada pelanggaran serius yang dilakukan oleh perusahaan sawit di sana secara kasat mata telanjang terlihat nyata dan serius ada pelanggaran lingkungan serius.
Menurut dia, di Mukomuko ini PT USM menjadi sampel yang disidak dewan, dia menyakimi tidak hanya terjadi di perusahaan itu saja, karena rata-rata sekarang sungai di Mukomuko diduga tercemar.
"Maka dari dulu saya mengusulkan bahwa seharusnya pabrik berada di tiga zona, dan biasanya di kawasan lepas pantai," ujarnya.
Kalau dibangun di tiga zona ini, maka nanti manajemen lingkungan lebih mudah terpantau, dan kalau terjadi pencemaran tidak semua hulu sungai tercemar.
Diungkapkannya, bahwa Mukomuko kehilangan potensial air bersih karena semua sungai utama diduga sudah tercemar limbah pabrik.
Selain itu, kata dia pula, di Mukomuko ini sudah seperti tungku asap. Ada sekitar 17 pabrik itu tersebar di mana-mana kemudian beroperasi selama 10-14 jam dalam sehari, dan semua memproduksi asap.
"Mukomuko, oleh pemerintah dibuat tungku asap dan potensial semua terjadi pencemaran lingkugan dan pencemaran udara secara serius, dan dalam teori fisika bahwa asap tidak bisa teruraikan," ujarnya.