Bengkulu (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuding Israel berupaya menguasai Gaza secara permanen sekaligus mengubah komposisi demografis Gaza dan Tepi Barat, Palestina. Tuduhan itu disampaikan melalui laporan terbaru Komisi Penyelidikan PBB tentang Wilayah Pendudukan Palestina yang dirilis pada hari Selasa pekan ini, bertepatan dengan pembukaan sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.
Dalam laporan tersebut, PBB menilai pasukan Israel telah secara sistematis menghancurkan kehidupan sipil di Gaza sejak Oktober 2023. "Sejak Oktober 2023, pejabat Israel telah menunjukkan niat yang jelas dan konsisten untuk membangun kontrol militer permanen atas Gaza dan untuk mengubah komposisi demografisnya sambil secara sistematis menghancurkan kehidupan Palestina di Gaza," tulis laporan itu.
Israel di Gaza disebut menghancurkan infrastruktur vital sipil, termasuk sumur, stasiun pompa limbah, pabrik pengolahan air limbah, lembaga pendidikan, masjid, hingga pemakaman. Perang Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 65.382 orang dan melukai lebih dari 166.985 lainnya, sementara ribuan korban masih terkubur di bawah reruntuhan. Pada Selasa saja, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 29 orang di seluruh Jalur Gaza.
Aljazeera melaporkan, Israel melancarkan perang setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.139 orang. Dari sekitar 200 sandera yang ditawan, 48 orang masih berada di Gaza dan setidaknya 20 diyakini hidup. Namun, pekan lalu, penyelidikan PBB menyatakan perang Israel di Gaza merupakan genosida, menandai momen penting setelah hampir dua tahun konflik yang menurut para aktivis hanyalah perang balas dendam tanpa tujuan jelas.
Baca juga: Ancaman bom buat Kanada waspada, lebih dari 100 lembaga Yahudi jadi target
Baca juga: RI kutuk rencana Israel sahkan permukiman Yahudi di Tepi Barat
Laporan juga menyoroti kebijakan Israel untuk mendorong migrasi sukarela warga Palestina dari Gaza. "Penghancuran Gaza yang meluas telah menciptakan situasi di mana warga Palestina tidak dapat kembali ke rumah mereka, secara efektif membuka jalan bagi pejabat Israel untuk mengusulkan agar mereka bermigrasi ke negara lain," tulis laporan itu. PBB menegaskan, rencana itu tergolong kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi paksa.
