Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan terus mendorong konsep migrasi sukarela yang oleh PBB disebut sebagai eufemisme untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis. Tahun lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Laporan PBB menekankan bahwa kebijakan Israel menunjukkan niat untuk memperluas permukiman ilegal, mencaplok wilayah, dan mencegah terbentuknya negara Palestina. Dalam 23 bulan terakhir, lebih dari 18.000 warga Palestina ditangkap dan lebih dari 1.000 terbunuh akibat operasi militer maupun kekerasan pemukim. Awal bulan ini, pasukan Israel menahan lebih dari 100 warga Palestina dalam penggerebekan di Tulkarem.
Netanyahu secara terbuka menolak negara Palestina. "Kami akan memenuhi janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina. Tempat ini milik kami," ujarnya awal bulan ini ketika menandatangani perjanjian perluasan permukiman. Ia juga membanggakan telah menggagalkan proses perdamaian Oslo 1993.
Baca juga: AS desak Israel setop gunakan militer untuk kawal pemukim Yahudi
Baca juga: Ratusan pemukim Yahudi serbu Masjid Ibrahimi di Hebron
Sebagai penutup, PBB menyerukan agar Israel segera menghentikan genosida di Gaza dan mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Namun, Israel membantah tuduhan tersebut. Misi Israel di Jenewa menyatakan Hamas justru yang memiliki niat genosida terhadap Israel, dan menuduh laporan PBB itu bias serta bermuatan politik. Israel juga menuding PBB sebagai lembaga anti-Israel, meski tanpa bukti kuat. Setidaknya 373 staf PBB telah tewas dalam dua tahun terakhir akibat serangan Israel.
