Bengkulu (ANTARA) - Israel meningkatkan serangan udara di Jalur Gaza dan menewaskan sedikitnya 85 warga Palestina pada Rabu (24/9), meski para pemimpin dunia menyerukan gencatan senjata dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Serangan paling mematikan terjadi di Stadion Al Ahli, kamp pengungsi Nuseirat, yang telah diubah menjadi tempat perlindungan darurat bagi keluarga terlantar. Setidaknya 12 orang tewas di lokasi itu, termasuk tujuh perempuan dan dua anak.
“Saya hanya memiliki apa yang ada di tangan saya. Saya pergi tanpa membawa apa-apa,” kata Najwa, seorang perempuan yang mengungsi dari Kota Gaza kepada Al Jazeera. “Kami ketakutan. Transportasi itu mahal. Kami tidak bisa membayar untuk membawa barang-barang kami.”
PBB memperingatkan bahwa militer Israel menimbulkan teror pada penduduk Palestina di Kota Gaza dan memaksa puluhan ribu orang untuk melarikan diri. Namun, Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir mengklaim warga Palestina diarahkan ke selatan “demi keselamatan mereka.”
Ia menambahkan, “sebagian besar penduduk Gaza telah meninggalkan Kota Gaza” dan pasukan akan melanjutkan kemajuan sistematis menuju pusat kota.
Baca juga: Pemimpin Suriah perdana bicara di PBB setelah 60 tahun, Al Sharaa serukan pencabutan sanksi dan perdamaian Palestina
Baca juga: Brutal! Di sela sidang PBB, Israel bunuh 36 warga Palestina
Sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023, korban di pihak Palestina telah mencapai 65.419 tewas dan 167.160 luka-luka, dengan ribuan lainnya diyakini masih terkubur di bawah reruntuhan. Perang dimulai setelah serangan yang dipimpin Hamas menewaskan 1.139 orang di Israel dan sekitar 200 orang ditawan, dengan lebih dari 40 masih berada di Gaza.
Di forum internasional, kecaman keras terus berdatangan. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa orang yang tidak peduli pada penderitaan manusia tidak layak disebut manusia. Ia mengatakan, pihak yang membunuh anak-anak bukanlah manusia dan tidak bisa dipercaya sebagai mitra.
