Bengkulu (ANTARA) - Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang berlangsung di New York pada 23–29 September 2025 diwarnai dengan kecaman keras terhadap perang Israel di Gaza. Hampir semua pemimpin dunia yang hadir menyoroti penderitaan warga Palestina dan menuntut langkah konkret untuk mengakhiri kekerasan.
Israel semakin terisolasi di panggung internasional setelah satu per satu delegasi mengecam kebijakan militernya, bahkan banyak diplomat melakukan aksi walkout saat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan pidatonya.
Di luar markas besar PBB, ribuan demonstran juga turun ke jalan menolak kehadiran Netanyahu yang tengah menghadapi tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam pidatonya menegaskan bahwa perang Gaza berbeda dari konflik lainnya yang pernah disaksikan oleh PBB. Guterres mengingatkan bahwa Mahkamah Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk mencegah genosida dan membuka akses kemanusiaan.
Namun, pernyataan ini langsung ditanggapi dengan keras oleh Netanyahu, yang bersikeras bahwa Israel tidak melakukan genosida dan menolak adanya negara Palestina setelah serangan Hamas pada Oktober 2023.
Baca juga: Netanyahu soroti pidato Prabowo di PBB
Baca juga: China kecam AS sebab biarkan Lin Chia-lung ke New York saat sidang PBB
Netanyahu dikutip Aljazeera menyatakan bahwa Israel telah berusaha meminimalkan korban sipil, meskipun tuduhan itu ditolak oleh banyak pihak. Ketegangan semakin meningkat saat Netanyahu dan Guterres terlibat debat sengit mengenai tanggung jawab Israel dan masa depan Gaza.
Di tengah kecaman dunia terhadap kebijakan Israel, sejumlah negara seperti Brasil, Turki, Yordania, dan Qatar mengungkapkan dukungannya terhadap Palestina. Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menekankan pentingnya pengakuan negara Palestina sebagai jalan menuju perdamaian.
