Kota Bengkulu (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali memberikan peringatan keras kepada Israel terkait meningkatnya pembangunan permukiman ilegal di tanah Palestina yang diduduki. PBB menegaskan, tindakan ini tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga berpotensi menimbulkan bencana kemanusiaan yang lebih besar di wilayah Palestina, terutama di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Peringatan ini disampaikan Wakil Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Ramiz Alakbarov saat mempresentasikan laporan terbaru Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengenai implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334.
Dalam laporannya baru-baru ini, dilaporkan Anadolu, Alakbarov menyoroti bahwa sejak Juni hingga September 2025, otoritas perencanaan Israel telah mendorong atau menyetujui pembangunan lebih dari 20.800 unit rumah baru di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem Timur.
Padahal, Resolusi PBB 2334 yang disahkan pada 2016 dengan tegas menyebutkan bahwa Israel harus segera menghentikan semua aktivitas permukiman di wilayah Palestina yang diduduki. Namun, kenyataannya pembangunan terus berlanjut dengan kecepatan tinggi.
Selain itu, PBB juga mencatat bahwa Israel telah merobohkan 455 bangunan milik warga Palestina hanya dalam beberapa bulan terakhir. Akibatnya, sekitar 420 orang kehilangan tempat tinggal, termasuk 175 anak-anak dan 118 perempuan. Bahkan, sejumlah bangunan yang dihancurkan merupakan proyek yang didanai lembaga donor internasional.
Alakbarov menyoroti secara khusus proyek pembangunan permukiman di kawasan E1 yang selama ini dianggap sangat kontroversial. Jika rencana ini benar-benar dijalankan, maka wilayah Tepi Barat akan terbelah dua utara dan selatan tidak lagi terhubung yang pada akhirnya mengancam keutuhan negara Palestina di masa depan.
“Rencana E1 akan membawa dampak yang menghancurkan. Ini bisa mendorong pengungsian paksa, memperbesar ketegangan, dan semakin melemahkan peluang terbentuknya negara Palestina yang merdeka,” tegas Alakbarov.
Selain Tepi Barat, situasi di Jalur Gaza juga mendapat sorotan tajam. Alakbarov mengecam keras operasi militer Israel yang semakin meluas. Menurutnya, serangan-serangan itu telah menyebabkan kematian massal dan kerusakan infrastruktur yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Saya terkejut dengan eskalasi militer Israel di Gaza. Banyak warga sipil menjadi korban, termasuk perempuan dan anak-anak. Situasi ini tidak bisa diterima baik secara moral, politik, maupun hukum,” ujar Alakbarov di hadapan Dewan Keamanan PBB.
Ia menegaskan bahwa hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina melalui blokade, serangan udara, dan pembatasan bantuan kemanusiaan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Bahkan, Alakbarov menyebut kelaparan yang kini melanda Gaza sebagai “bencana buatan manusia”.
“Orang-orang di Gaza membutuhkan makanan, obat-obatan, dan perlindungan. Bantuan kemanusiaan harus bisa masuk tanpa hambatan dan didistribusikan secara aman,” tegasnya.
Lebih jauh, Alakbarov memperingatkan bahwa kebijakan Israel berpotensi menyeret situasi ke arah yang lebih berbahaya, yaitu pemindahan paksa dan pembersihan etnis. Ia mengingatkan bahwa praktik semacam ini jelas bertentangan dengan hukum internasional dan tidak boleh dibiarkan.
“Permukiman Israel tidak memiliki dasar hukum apa pun. Itu adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan resolusi PBB. Aktivitas ini secara sistematis menggerus tanah Palestina, memperkuat pendudukan ilegal, dan menghapus peluang bagi solusi damai,” ujarnya.
Di tengah kondisi yang semakin memburuk, PBB kembali menekankan pentingnya menghidupkan kembali proses politik menuju solusi dua negara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan secara damai, merdeka, dan berdaulat.
“Kerusakan dan penderitaan yang terus terjadi di lapangan menegaskan kebutuhan mendesak untuk mengakhiri pendudukan Israel. Hanya dengan solusi dua negara yang adil dan sesuai hukum internasional, perdamaian jangka panjang bisa tercapai,” kata Alakbarov.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa konflik Israel-Palestina bukan hanya isu regional, tetapi juga persoalan kemanusiaan global. Ketika ribuan keluarga Palestina terusir dari rumahnya, anak-anak kehilangan masa depan, dan warga sipil dibunuh tanpa perlindungan, dunia internasional dituntut untuk bersikap lebih tegas.
“Jika perluasan permukiman ilegal dan operasi militer brutal ini dibiarkan, kita akan menyaksikan bencana kemanusiaan yang lebih besar. Dunia tidak bisa lagi berpaling,” tutup Alakbarov.
