Makassar (ANTARA) - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar membuka secara resmi Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025 di Pesantren As’adiyah di Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang dihadiri delegasi dari 10 negara.
"Ini menjadi momentum bersejarah, karena untuk kali pertama santri Indonesia berkompetisi membaca kitab kuning bersama delegasi internasional," ujar Menag Nasaruddin Umar di Wajo, Kamis.
Menag mengatakan MQK Internasional ini bukan sekadar ajang perlombaan, melainkan wadah silaturahim ulama, santri, dan akademisi lintas negara.
MQK Internasional 2025 mengusung tema merawat lingkungan dan menebar perdamaian. Delegasi dari 10 negara yang ikut yakni, Myanmar, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunai Darussalam, Kamboja, Singapura, Timor Leste, Vietnam, dan tuan rumah Indonesia.
"Merawat lingkungan, dan menjaga perdamaian adalah tema kita. Kaitannya dengan perubahan iklim dan persoalan perang yang harus segera diakhiri," kata Menag Nasaruddin Umar.
Menag juga menyoroti dampak perang Rusia-Ukraina dan Israel dengan beberapa negara sekitar di kawasan Timur Tengah itu yang telah menelan korban sebanyak 67 ribu orang lebih.
Sementara kematian atas perubahan iklim (climate change) per 2025 ini telah menelan jiwa sebanyak 4 juta orang lebih.
"Kita bisa membandingkan betapa berbahayanya dampak kematian akibat perubahan iklim dibandingkan dengan akibat perang. Itulah, kenapa kami mengangkat tema merawat lingkungan dan menjaga perdamaian dalam MQK ini," kata Menag.
Menurut Menag, perubahan iklim yang terjadi disebabkan karena adanya perilaku manusia yang tidak sepantasnya dalam memperlakukan alam dan perlunya bahasa agama mengambil peran.
Ia berharap MQK Internasional dapat menjadi ajang untuk memperdalam pembahasan tentang ajaran-ajaran agama dan menjaga alam.
"Mari kita eksplorasi ajaran turats tentang pelestarian lingkungan. Kini saatnya Kemenag mensponsori apa yang kami sebut sebagai ekoteologi, yakni kerja sama antara manusia, alam, dan Tuhan,” tutur Menag.
Menag juga menegaskan MQK Internasional adalah diplomasi budaya pesantren untuk meneguhkan Islam rahmatan lil-‘alamin di mata dunia.
"Pesantren adalah poros perdamaian. Kita ingin menunjukkan bahwa Islam Indonesia tumbuh dengan dakwah yang ramah, penuh persaudaraan, dan menghormati budaya,” ucap Menag Nasaruddin Umar.
