Kota Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris kembali membahas langkah diplomatik untuk mengakhiri perang yang berkepanjangan di Jalur Gaza. Dalam percakapan telepon pada Selasa (8/10), Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menteri Luar Negeri Inggris Yvette Cooper menegaskan pentingnya pelaksanaan rencana perdamaian 20 poin Presiden Donald Trump sebagai upaya nyata menuju gencatan senjata dan stabilitas di kawasan tersebut.
Menurut pernyataan resmi yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS, kedua pejabat tinggi itu sepakat bahwa konflik di Gaza harus segera diakhiri melalui langkah diplomatik yang adil dan menyeluruh.
“Menteri Rubio dan Menteri Cooper menekankan pentingnya mengakhiri perang di Gaza dengan menerapkan rencana perdamaian 20 poin Presiden Trump, memastikan pembebasan seluruh sandera, dan menjamin bahwa Hamas tidak lagi memiliki peran dalam pemerintahan Palestina,” ujar Wakil Juru Bicara Utama Departemen Luar Negeri AS, Tommy Pigott.
Rencana 20 poin yang diperkenalkan oleh Presiden Trump pada 29 September mencakup beberapa langkah utama untuk memulihkan perdamaian di Timur Tengah. Di antaranya adalah pembebasan seluruh tawanan Israel dengan imbalan tahanan Palestina, pemberlakuan gencatan senjata total, pelucutan senjata kelompok Hamas, serta pembangunan kembali Gaza dengan dukungan internasional.
Rencana ini juga menekankan pentingnya pengawasan keamanan oleh pihak ketiga, kemungkinan melalui pasukan penjaga perdamaian PBB, serta keterlibatan negara-negara Arab moderat dalam membantu proses rekonstruksi dan stabilisasi politik di wilayah Palestina.
Rubio, yang menggantikan Anthony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri AS, menegaskan bahwa pemerintahan Trump berkomitmen untuk mengakhiri siklus kekerasan di Timur Tengah. Ia menyatakan bahwa Amerika Serikat berupaya menyeimbangkan kepentingan keamanan Israel dengan hak asasi warga sipil Palestina.
“Rakyat Palestina pantas hidup damai, dan keamanan Israel juga harus terjamin. Kami percaya solusi ini bisa menjadi awal dari stabilitas yang lebih besar di kawasan,” kata Rubio dalam pernyataannya yang dikutip dari situs resmi Departemen Luar Negeri AS.
Sementara itu, Yvette Cooper menegaskan bahwa Inggris akan terus mendukung segala bentuk upaya diplomatik internasional untuk menghentikan kekerasan di Gaza. Ia juga menyoroti pentingnya bantuan kemanusiaan yang cepat dan tanpa hambatan bagi masyarakat Gaza yang kini menghadapi krisis parah akibat perang yang sudah berlangsung sejak Oktober 2023.
“Ratusan ribu warga sipil di Gaza kini hidup dalam kondisi yang tidak layak. Air bersih, makanan, dan layanan kesehatan sangat terbatas. Kami mendesak semua pihak untuk membuka akses bantuan kemanusiaan dan menghormati hukum internasional,” ujar Cooper dikutip Anadolu.
Selain membahas Gaza, kedua menteri luar negeri itu juga menyinggung perkembangan perang antara Rusia dan Ukraina. Mereka menegaskan kembali kerja sama antara Washington dan London untuk mendukung proses perdamaian yang “adil dan berkelanjutan” melalui jalur diplomasi.
Menurut pengamat hubungan internasional, pembahasan ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Inggris ingin memulihkan pengaruh diplomatik mereka di Timur Tengah, terutama setelah meningkatnya kritik terhadap dukungan militer terhadap Israel.
Meskipun rencana 20 poin Trump masih menuai pro dan kontra, terutama terkait posisi Hamas dan pengawasan keamanan di Gaza, banyak pihak melihatnya sebagai peluang baru untuk menghentikan perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan menyebabkan kehancuran besar-besaran.
Dengan tekanan global yang semakin besar dan krisis kemanusiaan yang memburuk, dunia kini menantikan apakah langkah diplomatik baru ini benar-benar dapat menjadi titik balik menuju perdamaian yang telah lama diimpikan di tanah Palestina.
