Bandung, Jawa Barat (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melibatkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK dalam mengawasi lembaga dana bantuan korban, yang akan segera dibentuk setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2025 tentang DBK.
Dalam media gathering di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11) malam, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Wawan Fahrudin menjelaskan pelibatan OJK dan PPATK diperlukan untuk mencegah dana bantuan korban menjadi modus baru untuk memutar "uang kotor" atau melakukan pencucian (money laundering) dari para pelaku tindak pidana.
"Karena ini ada peluang untuk pasti ke sana juga," ungkap Wawan.
Dengan demikian, pada aspek pengawasan tersebut, LPSK sedang membahasnya bersama kementerian/lembaga terkait guna mengonstruksikan lembaga pengelola dana bantuan korban ke depan.
Dalam konteks tata kelola pendanaan pemulihan korban, LPSK memandang penting adanya penguatan kelembagaan yang berfokus khusus pada pengelolaan dana pemulihan.
Wawan mengatakan bahwa wacana tersebut sejalan dengan pandangan sejumlah ahli dan praktisi hukum, termasuk rekomendasi yang berkembang di lingkungan pembuat kebijakan.
Ia menambahkan gagasan utamanya dengan membentuk lembaga pengelola dana independen, entitas yang berada di luar lembaga layanan maupun aparat penegak hukum, tetapi tetap berada di bawah pengawasan negara.
Lembaga tersebut akan berperan sebagai pengelola dana abadi atau dana bantuan korban dengan fungsi utama menyalurkan pembiayaan pemulihan bagi korban tindak pidana secara profesional, transparan, dan berkelanjutan.
Dalam penjelasan yang berkembang di kalangan praktisi, termasuk dari LPSK, lembaga pengelola yang independen dibutuhkan agar fungsi layanan dan fungsi pengelolaan dana tidak bercampur.
