Jakarta (ANTARA) - Seorang pedagang rokok bernama Usma harus kehilangan barang dagangannya serta sejumlah uang setelah terjadinya kericuhan di Jakarta, 21 dan 22 Mei 2019, akibat adanya aksi “ketidakpuasan” terhadap pengumuman hasil penghitungan suara rekapitulasi Pemilihan Presiden 17 April 2019.
Akibat tindak kekerasan dan kericuhan yang melibatkan sekitar 300 perusuh tersebut, sedikitnya tujuh orang tewas dalam kericuhan tersebut. Selain itu, ratusan orang terpaksa dirawat di beberapa rumah sakit di ibu kota Jakarta.
Baca juga: IMM Bengkulu demo karena banyaknya KPPS meninggal
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal meminta masyarakat untuk memahami bahwa terdapat dua kelompok masyarakat dalam kegiatan demonstrasi tersebut. Kelompok pertama adalah orang-orang yang memang merasa tidak puas terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang berlagsung pada tanggal 17 April 2019.
Pemenangnya ialah pasangan nomor urut 01 Joko Widodo- Ma’ruf Amin dengan perolehan suara 55,55 persen yang mengalahkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno yang mendapat 44,45 persen.
Tim kampanye Prabowo-Sandiaga pada Jumat malam (24/5) pukul 22.45 telah menyerahkan gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap KPU yang dipimpin oleh Arief Budiman.
Pasangan nomor urut 02 tersebut memang berjanji untuk melakukan tindakan konstitusional tersebut. Jika langkah Prabowo-Sandiaga jadi dilaksanakan maka tentu rakyat Indonesia berhak menunggu hasil keputusan MK.
Baca juga: Tes urine, hampir seratus perusuh di Pontianak positif gunakan narkoba
Jika masyarakat kembali menengok pada kericuhan tanggal 21 Mei malam sekitar pukul 23.00 WIB hingga 22 Mei 2019, maka rakyat bisa mengingat kepada keterangan Irjen Iqbal bahwa terdapat perusuh yang dengan sengaja menunggangi para pendemo terhadap keputusan KPU tersebut.
Dengan melihat kasus pencurian yang dialami seorang pedagang rokok sehingga kehilangan uang tidak sedikit ditambah lagi dengan perusakan belasan mobil maka rakyat Jakarta pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya bisa menyimpulkan mana yang pendemo betulan serta perusuh alias perusak ketenangan bangsa ini.
Rujukan
Melihat suasana yang sangat merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka secara spontan sejumlah tokoh masyarakat di tingkat nasional mengambil prakarsa untuk seperti Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla serta intelektual Profesor di bidang hukum Mahfud MD.
Wapres Jusuf Kalla dan Mahfud MD sependapat bahwa semua orang Indonesia wajib rukun kembali apa pun latar belakang partai politik mereka serta organisasi kemasyarakatan serta agamanya.
Baca juga: Pengakuan tersangka kerusuhan, ternyata hanya preman bayaran
Selama masa kampanye Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) amat terasa betapa telah terbagi-baginya bangsa ini ke dalam berbagai kelompok. Karena itu, pertanyaannya adalah masihkah harus diteruskan suasana tidak menyenangkan itu? Tentu tidak.
Presiden ketiga Republik Indonesia Profesor Bacharuddin Jusuf Habibie dengan tegas menyatakan bahwa demokrasi harus tetap dilaksanakan di Tanah Air. Jika demokrasi terus dijalankan maka setiap orang Indonesia harus saling menghormati dan artinya hukum harus dipatuhi alias dilaksanakan.
Jika semua orang Indonesia merenungkan ucapan ahli konstruksi pesawat terbang ini, maka artinya seharusnya jangan ada tindakan merusak fasilitas milik pribadi atau negara. Karena itu, haruskah dibiarkan atau didiamkan perusakan mobil-mobil dinas Satuan Brigade Mobil (Brimob) yang terletak di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, misalnya.
Masyarakat tentu masih ingat penjelasan Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian bahwa ada oknum-oknum bertato yang melakukan perusakan di beberapa daerah di ibu kota Jakarta tercinta ini. Sekalipun Jenderal Tito menyampaikan permintaan maaf karena menyebutkan “orang bertato” maka masyarakat bisa menilai bahwa terdapat sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab yang ikut merusak suasana dan situasi.
Baca juga: "Ungkap penyandang dana kericuhan usai demo"
Jakarta pada hari Jumat, 24 Mei sudah nampak semakin tenang, aman dan kondusif. Masyarakat tentu sangat berharap ketenangan ini akan tetap berlanjut hingga berakhirnya Bulan Suci Ramadhan yang bakal diikuti Hari Idul Fitri 1440 Hijriah. Apalagi bangsa Indonesia masih mempunyai tugas penting untuk mengamankan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijadwalkan berlangsung pada 20 Oktober 2019.
Karena masih banyak kewajiban orang-orang Indonesia baik yang berada di Tanah Air maupun yang berada di negara-negara lain maka upaya menenangkan alias memulihkan situasi di Tanah Air tetap sangat diperlukan.
Peranan Mahfud MD, Frans Magnis Suseno, Yenny Wahid, Quraish Shihab dan lain-lainnya masih sangat diperlukan sehingga harus diteruskan supaya situasi dan kondisi di Tanah Air terutama di ibu kota Republik Idonesia ini benar-benar aman kembali, menyejukkan hati serta tidak ada lagi tidak kekerasan dalam bentuk apa pun.
Baca juga: Rilis para tersangka kericuhan, polisi sebut mayoritas pengangguran
Jangan ada lagi orang-orang yang meninggal dunia hanya gara-gara peristiwa kelam yang seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa dhindari.
Semua dalang atau provokator harus sadar bahwa di Jakarta terdapat puluhan kedutaan besar negara-negara sahabat dan juga organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus memantau dengan sungguh-sungguh keadaan politik, ekonomi serta sosial budaya di Tanah Air.
Kalau gara-gara kerusuhan tanggal 21 dan 22 Mei di Jakarta Indonesia dinilai tidak aman lagi atau sedikitnya dinilai “kurang menguntungkan” maka Indonesia bisa-bisa mengalami kesulitan terutama dalam hubungannya dengan negara-negara lainnya serta berbagai organisasi dunia.
Baca juga: Tindak tegas provokator kerusuhan Aksi 22 Mei
Semua dalang, provokator atau apa pun istilahnya sangat perlu menyadari bahwa sedikitnya lebih dari 262 juta orang Indonesia ingin hidup tanpa kerusuhan atau gejolak diantara sesama anak bangsa.
Rakyat Indonesia sangat mengidam-idamkan kehidupan tanpa gejolak di antara orang-orang Indonesia sendiri apalagi masih banyak orang yang hidup dalam taraf prasejahtera.
Karena telah terjadi “lembaran hitam” pada tanggal 21 dan 22 Mei 2019 yang lalu, maka segenap lapisan bangsa Indonesia harus berupaya membuka “lembaran baru” yang lebih manusiawi dan berkeadilan, tanpa adanya kekerasan dan perusakan.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN Antara tahun 1982-2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987-2009.
Baca juga: Situasi pasca-pemilu menurut pandangan Analis Politik
Baca juga: Pembatasan akses medsos cegah konten provokasi
Baca juga: Kapolda pastikan Jakarta telah kondusif
"Lembaran hitam" 21-22 Mei 2019, saatnya membuka "lembaran baru"
Senin, 27 Mei 2019 10:37 WIB 1524