Jakarta (ANTARA) - Jakarta bertambah usia, sudah mendekati lima abad umurnya, tepatnya 492 tahun lamanya, dan masih tetap menjadi Ibu Kota RI. Dalam sejarahnya Jakarta merupakan salah satu tempat yang menjadi idola bagi usaha perdagangan masa kolonial.
Tercatat dalam sebuah sejarah bahwa sebelum dikenal sebagai Jakarta, kota pelabuhan ini pada awalnya bernama Sunda Kelapa, namun pada 22 Juni 1527, Pangeran Fatahillah menghancurkan Sunda Kelapa dan sebagai gantinya mendirikan kota Jayakarta di area tersebut. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Kota Jakarta.
Pada Tahun 1619, Pemerintahan Belanda (VOC) di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta dan membangun kota baru yang terletak di bagian barat sungai Ciliwung, yang dia namakan Batavia, nama yang diambil dari Batavieren yang merupakan nenek moyang bangsa Belanda. Dan kemudian pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.
Berbagai harapan dan tanggapan tentu banyak diungkapan oleh mereka yang tinggal dan mencari mata pencarian di Jakarta, mulai dari kelas pekerja, pengusaha hingga publik figur.
Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) Bidang Pertamanan Lapangan Banteng, Jali
Hal itu diungkapkan oleh satu pekerja dari Dinas Lingkungan Pemprov DKI Jakarta bernama Jali, yang mengatakan bahwa Jakarta banyak mengalami perubahan seperti banyaknya fasilitas dan transportasi. Tentu saja hal itu sangat membanggakan bagi dirinya yang telah hidup selama hampir dua puluh tahun di Jakarta.
"Bangga lah sama Jakarta yaitu fasilitasnya banyak dibangun, transportasi umumnya juga udah enak jadi kemacetan sedikit berkurang," ucap Jali.
Tentu kebanggan akan bisa hilang apabila tidak didukung dengan harapan yang lebih lagi, harapan seorang pekerja yang selalu menjaga dan merawat sebuah taman tidaklah terlalu tinggi, ia hanya ingin Jakarta lebih berkembang lagi dan dapat bersaing dengan kota-kota besar lainnya terutama dengan ibu kota negara lain, Jakarta harus lebih dan lebih.
Jali juga mengungkapan bahwa kesadaran warga Jakarta untuk menjaga kebersihan lingkungan masih kurang, sehingga hal tersebut dinilai menjadi salah satu kekurangan yang dimiliki warga Jakarta.
Namun, jika Ibu Kota harus pindah ke kota lain di Indonesia, Jali menolak dengan tegas, ia merasa bahwa Ibu Kota harus tetap di Jakarta alasannya karena Jakarta sudah cukup memadai jika dilihat dari segala aspek.
Founder dan Eksekitif Direction Sadara Sedari, Nabilah Kushaflyki
Sementara pandangan seorang wanita muda dari kalangan milenial tentu akan berbeda tentang Jakarta, saat ini salah satunya yang diungkapkan oleh Nabilah yang mengelola sebuah organisasi nonprofit yang bergerak di bidang pendidikan dan lingkungan.
Dalam pandangannya, ia melihat bahwa dengan semakin tua-nya Jakarta seharusnya bisa menjadi kota yang bisa sama-sama berkolaborasi, maju dan kreatif.
"Dan untuk kotanya sendiri itu Jakarta sekarang cukup progresif dan progresif," ujar Mahasiswa teknik lingkungan ITB ini.
Panas-nya kota Jakarta tentu juga dirasakan olehnya, ia mengungkapan bahwa semakin hari semakin panas dan kurang teduh hal itu disebabkan oleh kurangnya pepohonan yang ada di sejumlah ruas jalan utama.
Sementara padangannya mengenai pemindahan Ibu Kota, wanita berparas cantik itu menyampaikan bahwa "I Think for a better deh ya, kayaknya emang harus pindah ya,"ungkapnya.
Ia beralasan bahwa kalau melihat dari beberapa negara lain pemerintahan dengan pusat perekonomian dipisahkan, dan Jakarta sudah sangat penuh dengan kendaraan dan penduduknya.
"Liat aja pas Lebaran kemarin yang keluar dari Jakarta 20 ribu kendaraan yang balik ke Jakarta 75 ribu kendaraan, makanya Jakarta itu perlu ada kontrolnya," ujar Nabilah.
Harapannya sebagai pengiat lingkungan tentu saja ia menginginkan bahwa masyarakat Jakarta lebih bisa membeli pakaian sesuai kebutuhan agar nantinya tidak menyebabkan limbah fesyen di Jakarta.
Anggota Kru Dinas Kehutanan dan Pertamanan Sawah Besar, Firgiawan Eky Saputra
Sebagai pekerja yang bergerak dalam urusan pertamanan tentu saja menjaga taman di Jakarta tidaklah mudah. Dimulai dari merawat hingga menjaga keasrian tanaman yang dikelola oleh pria bernama Firgiawan Eky Saputra.
Hal tersulit tentu saja menjaga tanaman yang dirusak oleh tangan usil masyarakat yang menyebabkan tanaman menjadi rusak atau mati
Tapi bagi pria yang akrab disapa Kuple ini, di usia Jakarta yang semakin tua ini sudah menjadi lebih baik salah satunya dengan turunnya angka kemacetan tempat saluran air semakin lancar dan sampah-sampahnya mulai terkendali tidak seperti saat ia kecil.
Pria berusia 22 tahun ini juga mengungkapkan bahwa ia berharap agar Jakarta menjadi kota yang lebih baik lagi, terutama dari kerukunan masyarakatnya yang mulai terpecah akibat politik .
"Kan gara-gara Pilpres Jakarta jadi lagi panas-panasnya agak rusuh, semoga bisa akur lagi dan kalau dilihat dari pekerjaan saya sendiri ya lebih bersih lagi aja warga-warganya sadar akan kebersihan dan ikut 'ngejaga' tanaman yang ada di Jakarta," kata Kuple.
Sementara Kuple menambahkan bahwa kekurangan yang ada di Jakarta itu warganya kurang sadar akan lingkungan dan toleransi sesama penduduk warga.
Ia memberikan contoh seperti pada saat Pilpres, sesama teman bahkan keluarga bisa bertengkar akibat perbedaan pandangan dan pilihan politiknya.
"Hal yang harus dipupuk itu sikap toleransi antarsesama manusia lah, kayak yang viral kemarin polisi matanya sipit sedikit di bilang Cina, rasis," ujar Kuple.
Kuple pun berharap pada HUT Ke-492 Jakarta ini, selain memupuk sikap toleransi antarsesama, untuk membuat Jakarta lebih baik lagi, dan ibu kota tidak di pindahkan dengan alasan bahwa ia orang Jakarta yang bangga akan tempat kelahirannya sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.