Pangkalpinang (ANTARA) - Hampir semua orang di Tanah Air mengenal sosok Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf (B.J.) Habibie yang memiliki segudang prestasi dan jasa membanggakan.

B.J. Habibie dikenal sebagai seorang genius dengan kemampuannya mendesain pesawat terbang setelah menuntut ilmu hingga ke Jerman.

Dari penelusuran berbagai sumber, setidaknya ada tiga jenis pesawat yang diciptakan B.J. Habibie, yakni jenis R80 yang dilengkapi dengan teknologi fly by wire dengan pemanfaatan sinyal elektronik dalam instruksi penerbangan.

Selain itu, jenis N-250 yang 250 merupakan pesawat penumpang sipil regional yang peluncuran perdananya sempat disiarkan langsung TVRI di depan Presiden RI H.M. Soeharto.

Setelah itu, B.J. Habibie juga ikut berperan dalam mendesain pesawat Hercules C-130 yang menjadi pesawat angkut militer, termasuk digunakan di sejumlah negara.

Dengan kemampuan tersebut, pria kelahiran Parepare, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936 dikenal sebagai sosok yang tenar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Baca juga: Mengenang Habibie, sang pemimpin sejati

Oleh karena itu, Presiden Soeharto mempercayai Habibie untuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus memimpin Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dua jabatan yang diembannya sekian lama.

Namun, sedikit yang mengetahui jika tokoh yang pernah menjadi Presiden RI tersebut juga berperan besar dalam program peningkatan iman dan takwa (imtak).

Dibantu sejumlah tokoh nasional, seperti Adi Sasono dan Amien Rais, Habibie menjadi tokoh sentral sekaligus pemimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Ketika didirikan, organisasi yang menjadi berhimpunnya puluhan tokoh dan intelektual muslim tersebut menjadi institusi yang sangat diperhitungkan di Indonesia, termasuk dalam perpolitikan nasional.

Organisasi yang kemudian menjadi perhatian dunia itu banyak melakukan kegiatan keumatan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berilmu namun memiliki keimanan yang kuat.

Baca juga: Prestasi BJ Habibie - Pendiri MAN IC sekolah padukan agama dan teknologi

Salah satu bentuk program yang dijalankan B.J. Habibie adalah mendirikan "Magnet School" yang kemudian bertransformasi menjadi Madrasah Aliah Negeri Insan Cendikia (MAN IC).

Menurut Musran, Kepala MAN IC Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, B.J. Habibie adalah founding father sekolah yang sekarang pengelolaannya berada di bawah Kementerian Agama RI tersebut.

Para guru dan pelajar di sekolah yang berkategori unggulan tersebut selalu diingatkan peran B.J. Habibie dalam melahirkan konsep pendidikan yang memadukan ilmu umum dengan pengetahuan agama itu.

"Kita tidak bisa melupakan itu, semua siswa, guru, dan pegawai MAN IC harus tahu bahwa beliau merupakan pendiri sekolah yang berwawasan ilmu agama dan teknologi ini," ujarnya.

Musran menjelaskan kilas balik pendirian MAN IC bahwa pada tahun 1996 B.J. Habibie yang menjabat Menristek RI mendirikan sekolah yang diberi nama "Magnet School", yaitu lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam penguasaan iptek yang didasari nilai keimanan dan takwa.

Magnet School tersebut berubah nama menjadi SMU Insan Cendekia yang ketika itu baru berdiri di Serpong dan Gorontalo.

Baca juga: Prestasi BJ Habibie - Pengamat: mampu tahan krisis tidak lebih dalam

Pada tahun 2000, pengelolaan SMU Insan Cendekia diserahkan kepada Kementerian Agama RI yang sekarang berubah nama menjadi MAN IC. Saat ini, keberadaan MAN IC tercatat sebanyak 23 unit yang tersebar di bergabagi daerah di Indonesia.

"Perlu saya sampaikan bahwa kami tidak bisa melupakan sejarah dan jasa beliau, B.J. Habibie memiliki jasa yang cukup besar terhadap perjalanan MAN IC. Beliau tidak hanya tokoh bangsa, tetapi bagi kami juga tokoh pendidikan," katanya.

Ketika baru didirikan dan beroperasi, lembaga pendidikan yang didirkan B.J. Habibie tersebut belum banyak diketahui sehingga siswanya saat itu hanya berjumlah 10 orang.

Namun, setelah mengetahui kualitas pengajaran yang diberikan, sekolah yang didirikan "Bapak Teknologi" itu mendapatkan minat yang besar sehingga makin banyak yang mendaftar meski prosesnya cukup ketat.

"Bapak teknologi ini mendirikan sekolah dengan penjaringan yang sangat ketat, lembaga pendidikan dengan memadukan ilmu teknologi dan ilmu agama dan sekolah itu sekarang adalah MAN IC," ujar Musran.

Pertimbangan B.J. Habibie meletakkan sekolah yang didirikannya di bawah Kementerian Agama RI tidak lain agar ilmu teknologi dan ilmu agama dapat bergandengan dan berbanding lurus.

"Sekarang tokoh bangsa itu sudah tiada. Akan tetapi, jasanya tetap dikenang sepanjang masa. Patut menjadi teladan anak bangsa. Beliau sosok yang jujur, gigih, dan tekun," ujarnya.

Baca juga: Prestasi BJ Habibie, Presiden: Negara berikan penghormatan besar

Sosok Tawazun

Konsep pembangunan dan program yang memadukan iptek dan imtak tersebut menyebabkan Habibie dikenal sebagai sosok yang tawazun, setidaknya demikian penilaian Syaiful Zohri, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Menurut Syaiful Zohri, B.J. Habibie semasa hidupnya berhasil menerapkan konsep tawazun yang berarti menjaga keseimbangan dalam hidup.

Dalam perkembangan dunia yang semakin modern, tidak semua orang mempunyai kemampuan menerapkan konsep hidup dalam satu bingkai tawazun tersebut.

Konsep itu pula diterapkan oleh B.J. Habibie, baik semasa menjadi Ketua Umum ICMI maupun saat memimpin negara selaku Presiden RI.

Baca juga: Prestasi BJ Habibie - DPR RI: Karyanya monumental

"Saya teringat, ada cita-cita beliau yang belum terwujud saat memimpin negara. Beliau yaitu, menginginkan negara 'Madaniah', yaitu suatu negeri yang bercirikan seperti Madinah," katanya.

Konsep Madaniah itu adalah cara membangun negara secara bersama-sama dengan konsep agama. Konsep negeri ini seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw., yaitu menyatukan ahli dari semua agama.

"Ada suatu pemikiran yang luar biasa dari sosok seorang B.J. Habibie yang barangkali bisa menjadi contoh bagi anak negeri yaitu, 'Otak boleh Jerman tetapi hati tetap Mekah'," katanya.

Kini, sosok genius namun agamis itu telah pergi untuk selamanya. Selamat jalan Prof., doa kami menyertaimu.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019