Kubu Raya karena sebagian besar memiliki lahan gambut, sehingga sedikit saja api bisa menimbulkan kebakaran lahan yang luas
Pontianak (ANTARA) - Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan berharap masyarakat dapat membantu pemantauan dan proses pemadaman api jika terjadi kebakaran pada lahan gambut yang ada di kabupaten itu.

"Kondisi terkini dari titik api yang terjadi di Kubu Raya, berdasarkan pantauan BMKG, hanya tinggal 1 titik di Desa Padang Tikar, Kecamatan Batu Ampar. Kita berharap, semoga titik api ini tidak banyak muncul lagi karena area lahan gambut sulit diprediksi," kata Muda di Sungai Raya, Senin.

Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat agar bisa membantu mengawasi lahan gambut yang ada di sekitar pemukiman mereka, karena lahan gambut tersebut sangat mudah terbakar.

"Kemunculan sumber titik api di lahan gambut ini bisa menjalar dengan mudah, karena api yang ada di bawah lahan yang pernah terbakar tidak keliatan dari atas. Tiba-tiba saja bisa muncul kembali, dan ini perlu penanganan ekstra," tuturnya.

Dirinya berharap, ke depan Kubu Raya dan Kalbar bisa mendapatkan hujan yang merata agar air bisa masuk hingga ke bagian bawah lahan gambut, sehingga api benar-benar padam.

"Kita sejauh ini sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Namun, untuk Kubu Raya karena sebagian besar memiliki lahan gambut, sehingga sedikit saja api bisa menimbulkan kebakaran lahan yang luas," katanya.

Muda menyatakan, kebakaran hutan dan lahan saat ini sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Bahkan, dirinya sudah mengeluarkan dua kali surat edaran libur sekolah karena buruknya kondisi udara akibat terbakarnya hutan dan lahan.

"Untuk itu saya minta masyarakat agar berhati-hati dan tidak sembarangan membuang puntung rokok di lahan gambut, karena itu bisa menimbulkan kebakaran yang meluas," kata Muda.

Terpisah, Kasi Observasi dan informasi Stasiun Klimatologi BMKG Mempawah, Kalimantan Barat, Ismaharto Adi mengatakan, secara umum, curah hujan di wilayah Kalimantan Barat pada dasarian II tanggal 11 sampai 20 September 2019 diprakirakan berkisar antara 10 sampai 90 mm/dasarian, dimana curah hujan Kalimantan Barat wilayah hulu diprakirakan yang lebih tinggi dibanding curah hujan di wilayah pesisir.

"Terdapat potensi hujan pada awal dan akhir dasarian II September di sebagian wilayah Kalimantan Barat. Namun potensi hujan kembali berkurang pada pertengahan dasarian II September," kata Ismaharto Adi.

Dia mengatakan, masyarakat perlu waspada dampak berkurangnya curah hujan, terutama di wilayah Kalimantan Barat bagian selatan, karena berpotensi munculnya titik panas dan berkurangnya ketersediaan air.

Dia menjelaskan, berdasarkan monitoring hari tanpa hujan di Kalimantan Barat terpantau secara umum berada dalam kategori pendek 6 sampai 10 hari hingga menengah 11 sampai 20 hari.

"Hari tanpa hujan terpanjang terjadi di wilayah Bonti, Kabupaten Sanggau sepanjang 44 hari," katanya.

Saat ini, lanjutnya, kualitas udara PM10 maksimum sebesar 217.86 µg/m3 dengan kategori "Tidak Sehat". Kondisi tersebut terjadi sejak 7 September 2019 pukul 10:00 WIB.

Ismaharto Adi menyebut, kondisi indeks Nino 3.4 terpantau sebesar (-0.09) berada pada fase netral.

"Indeks Dipole Mode terpantau sebesar +0.98 berada pada kondisi Dipole Mode Positif. Suhu permukaan laut di sekitar wilayah Kalimantan Barat secara umum menunjukkan nilai anomali berkisar antara -0.8 hingga 0.0," jelasnya.

Baca juga: Kubu Raya kembali liburkan sekolah karena kualitas udara memburuk
Baca juga: Karhutla, Pemkab Kubu Raya rakor dengan 28 perusahaan
Baca juga: Pemkab Kubu Raya liburkan sekolah karena kondisi udara memburuk

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019