Jakarta (ANTARA) - HS Dillon, sebuah nama yang tidak asing di sektor pertanian. Lelaki yang mudah dikenali dari penampilannya selalu mengenakan turban (penutup kepala ala kaum Sikh) itu memang selalu konsisten lantang menyuarakan kepentingan petani dan kedaulatan pangan sejak dulu.

Melalui tulisan-tulisannya di media massa ataupun pendapat-pendapatnya dalam forum-forum diskusi ataupun yang dikutip media pemilik nama lengkap Herbrinderjit Singh Dillon itu banyak menyumbangkan pemikirannya untuk sektor pertanian di tanah air, terutama dalam hal kemandirian.

Kabar duka datang pada Senin, yang mewartakan HS Dillon meninggal dunia saat dalam perawatan di Rumah Sakit Siloam Bali sekitar pukul 18.27 Wita dalam usia 74 tahun setelah sakit komplikasi jantung dan paru-paru beberapa lama.

Keterikatan lelaki keturunan India kelahiran Medan Sumatera Utara pada 23 April 1945 itu terhadap sektor pertanian tak lepas dari karirnya yang selama hampir 15 tahun di lembaga pemerintahan yang menangani sektor pertanian yakni Departemen (sekarang Kementerian) Pertanian.

Pada awal karirnya dia menduduki Tenaga ahli diperbantukan pada Ketua Tim Khusus Proyek Perkebunan Berbantuan, Direktorat Jenderal, Departemen Perkebunan (1983-1985), kemudian Kepala bagian Pengkajian Komoditas Biro Kerja Sama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian (1985-1990).

Pada 1994 dia menjadi Ketua Tim Konsolidasi Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Departemen Pertanian, Ketua Tim Perumus Konsolidasi BUMN Sektor Pertanian, Departemen Pertanian, serta Kepala Biro Tata Usaha BUMN, Departemen Pertanian.

Bahkan selama enam tahun yakni dari 1990-1996 Dillon diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Pengembangan dan Perdagangan Komoditas.

Selepas karirnya di Departemen Pertanian, tidak menyurutkan perhatian Dillon terhadap sektor pertanian bahkan dia semakin lantang bersuara ketika menjadi Direktur Eksekutif Centre for Agricultural Policy Studies (CAPS) selama (1997-sekarang).

Mafia pangan

Salah satu persoalan di sektor pertanian yang sangat menjadi perhatian HS Dillon yakni maraknya kartel dan mafia yang masih menguasai dan menentukan pasar pangan di tanah air.

Dalam suatu diskusi dengan jelas dia memaparkan pembangunan infrastruktur dan modernisasi di sektor pertanian saat ini sangat penting untuk petani kecil. Akan tetapi, Dilon sangat menyayangkan kondisi pasar komoditas pertanian yang banyak diintervensi mafia pangan.

“Pasar masih dikuasai kartel dan mafia yang cenderung menginginkan impor agar mendapatkan keuntungan yang besar,” ujarnya.

Menurut dia, ekonomi pasar pertanian nasional sudah diintervensi oleh berbagai kepentingan, sehingga rakyat dikorbankan. Dalam sektor pertanian, banyak pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan impor komoditas pangan.

“Mereka ingin Indonesia tergantung terhadap produk pangan Impor,” ujar Dillon.

Tak hanya berhenti pada mafia dan kartel pangan Dillon juga konsisten dalam menyuarakan reforma agraria. Dia selalu menyebut reforma agraria sebagai pembagian tanah yang dibarengi langsung dengan pembagian prasarana produksi, juga pendampingan kepada petani dan bantuan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas serta menyiapkan pembeli-pembeli dengan harga yang memadai.

HS Dillon sebagai pendiri The Association for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) pernah mengusulkan agar Presiden Joko Widodo segera membentuk badan yang berwenang melaksanakan reforma agraria di Indonesia. Badan tersebut menjadi pusat komando bagi kementerian teknis terkait reforma agraria dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Tanpa reformasi agraria menurut sarjana pertanian lulusan Universitas Sumatera Utara dan Doktor lulusan Universitas Cornell itu, tidak akan mampu membangkitkan sektor pertanian, sedangkan bangsa-bangsa yang maju bangkit dari sektor pertanian.

Peduli HAM

Tak hanya terbatas pada petani dan sektor pertanian, Dillon dikenal memiliki kepedulian yang tinggi pula terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengenang kiprah Dillon di Komnas HAM dan pemikiran aktivis tersebut terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Ia berkiprah lama di Komnas HAM termasuk dalam penyelidikan pelanggaran HAM berat di Timor Timur. Ia sering mencurahkan pikirannya tentang mengapa negara tak juga mau menuntaskan agenda nasional yang penting, yaitu kasus pelanggaran HAM masa lalu," tuturnya.

Usman juga mengungkapkan, almarhum sering mencurahkan pikirannya, tentang mengapa Indonesia tidak menuntaskan agenda nasional yang penting, yaitu Kasus pelanggaran HAM masa lalu.

HS Dillon pernah menjabat anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 1998-2003. Dia juga sempat menjabat anggota Dewan Ekonomi Nasional pada 1999-2000.

Lalu anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dari 2000 hingga 2001, Kepala Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dari Maret 2001 hingga Oktober 2001, dan Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemiskinan dari 2011 hingga 2014.

Mendiang juga pernah meraih penghargaan Global Award dan Priyadarshni Academy India. Penghargaan itu diberitakan kepada Dillon sebagai orang keturunan India yang memberikan kontribusi positif terhadap negeri domisilinya.

Dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan ke-70 RI, suami dr. Drupadi S Harnopidjati itu, juga menerima tanda jasa bintang Mahaputra Utama dari pemerintah. Tanda jasa ini bahkan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, pada Kamis (13/8/14) lalu di Istana Negara.

Selamat Jalan HS Dillon

Baca juga: HS Dillon meninggal dunia karena komplikasi jantung

Baca juga: KPK sampaikan bela sungkawa meninggalnya HS Dillon

Baca juga: Pengamat: Pasar pertanian masih dikuasai kartel yang menginginkan impor

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019