Depok (ANTARA) - Ketua Prodi Vokasi Humas Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai desa-desa di Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata, membutuhkan kemampuan kehumasan agar menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.

"Bagi mahasiswa prodi humas, ini menjadi relevan, karena banyak desa-desa di Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata, yang pasti membutuhkan kemampuan kehumasan agar menarik banyak wisatawan untuk berkunjung," kata Ketua Prodi Vokasi Humas UI Devie Rahmawati di Depok, Senin.

Untuk itu kata Devie, Prodi Vokasi Humas UI dan University of Sydney bekerja sama menghadirkan dua peneliti dunia Phil Elsegood (Peneliti Komunikasi Antarbudaya) dan Simone Mackie (Peneliti Komunikasi Kesehatan) dan dialog ilmiah dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi beberap waktu lalu.

"Kegiatan ini penting dalam menyambut masa depan ekonomi dunia yang diprediksi akan semakin sulit di tahun-tahun berikutnya akibat 3P yaitu Perang dagang; Polusi yang merusak lingkungan manusia; dan Populasi penduduk yang terus meningkat," katanya.

Baca juga: BI Bali dorong sinergi pendampingan desa wisata terintegrasi

Untuk itu Kemendes menyampaikan agar para peserta mulai serius melihat desa sebagai potensi untuk menjadi mandiri secara ekonomi di masa datang.

"Phil dengan pengetahuan komunikasi antara budaya, menjadi sangat relevan di era dimana kita semua hidup sebagai 'penghuni' Global Village. Komunikasi keseharian kita sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu," katanya.

Devie mengatakan setiap orang dapat berinteraksi, berbisnis, berhubungan personal dengan orang dengan latar belakang pendidikan, keuangan, agama, ras bahkan warga negara yang berbeda. Phil berbagi nalar tentang keberagaman budaya.

Dikatakannya kegiatan ini Prodi Humas selenggarakan terinspirasi dari Workshop Democratic Resilience di Brisbane, yang mengupas tentang Healthy Communication System oleh Angela Romano.

Konflik adalah bagian yang tak terhindarkan di dalam masyarakat. Cara untuk dapat menyelesaikan konflik tanpa kekerasan ialah dengan jalan mencari banyak alternatif penyelesaian.

Baca juga: 200 desa di Garut dikembangkan jadi destinasi wisata

Oleh karenanya, materi Phil yang menjelaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki akar yang sama dengan akar masyarakat Australia misalnya, menjadi sebuah pengetahuan budaya yang harusnya membuat kita semua dapat berempati antar bangsa, untuk bersama-sama menyelesaikan tantangan kemanusiaan ke depan.

Simone, kata Devie peneliti dari Universitas Sydney menyampaikan tentang isu kesehatan yang sering dialami oleh manusia modern salah satunya back and shoulder pain, yang diakibatkan salah satunya karena gaya hidup manusia modern yang mager (malas bergerak).

Kondisi ini dapat mengganggu produktivitas seseorang hingga well being setiap individu. Materi Simone yang krusial Ialah tentang bagaimana di era modern ini, bagaiman petugas kesehatan mampu memasarkan gaya hidup sehat dengan menggunakan komunikasi empati yang menghasilkan metode Humanis Injury Management.

Tanpa hal tersebut, akan sulit mendorong individu di era digital untuk mengikuti panduan kesehatan, di saat semua orang saat ini menjadikan internet sebagai tumpuan kesehatan mereka semua. Padahal, informasi yang beredar di internet terkadang Penuh ‘racun”, tidak berisi kebenaran, yang dapat membahayakan nyawa individu.

Ketua Panitia Vokasi Humas UI Muhammad Egha Rifiano mengatakan pemaparan yang sederhana namun mendalam, membuat mata kami terbuka akan dinamika budaya, sosial di dunia. Kami juga termotivasi untuk lebih banyak melakukan perbandingan dengan negara-negara lain seperti Australia, untuk mencari rujukan pengembangan ilmu di kampus juga dalam menghadapi persoalan.

"Kami misalnya sangat kagum bahwa di Universitas Sydney, penelitian-penelitian Sudah menggabungkan berbagai pendekatan baik pendekatan teknologi maupun pendekatan sosial untuk bidang kesehatan misalnya. Bagaimana VR digunakan untuk studi dan riset di sana," katanya.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019