Kupang (ANTARA) - Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) pada Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) menggelar semiloka penanganan Konvergensi Stunting.

Kepala Bappelitbangda NTT, Lecky Frederich Koli melalui Kepala sub bagian Pers dan Pengelolaan Pendapat Umum, Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT, Veri Guru, Selasa, mengatakan semiloka implementasi kemitraan dalam penanganan konsvergensi kekerdilan di NTT akan berlangsung pada Rabu (4/12) untuk mensosialisasikan dan advokasi pada pencegahan dan penanganan kekerdilan (stunting).

"Semiloka dilakukan untuk menciptakan model pencegahan dan penanganan kekerdilan terintegrasi di tingkat desa serta meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penanganan masalah kekerdilan guna menyiapkan generasi masa depan yang unggul," kata Veri Guru.

Baca juga: Kasus balita penderita kekerdilan di Timor Tengah Selatan menurun

Baca juga: Mungkinkah daun kelor bisa atasi kekerdilan di NTT?

Baca juga: Batan teliti sebab kekerdilan dengan uji mikro nutrisi


Menurut dia, pemerintah NTT sangat serius dalam menangani masalah peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan pravalensi balita kerdil.

Keseriusan itu menurut dia, nampak dalam dokumen perencanaan pembangunan bahkan menjadi prioritas pembangunan di NTT.

Dikatakannya, terdapat lima pilar konvergensi dalam penanganan kekerdilan di provinsi berbasis kepulauan ini, yaitu komitmen pimpinan, kampanye nasional, konvergensi, kordinasi dan konsilidasi, kebijakan ketahanan pangan dan pemantauan serta evaluasi.

Menurut dia, sasaran pelaksanaan kegiatan semiloka adalah pemangku kepentingan terkait di tingkat provinsi dan kabupaten terpilih, yaitu Kabupaten TTS (kasus terpilih), Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang sebagai daerah prevalensi tertinggi kasus kekerdilan.*

Baca juga: Masalah kekerdilan dialami 2.891 anak NTT

Baca juga: Revolusi hijau daun kelor untuk stunting di NTT

Baca juga: Kenapa NTT tetap menjadi sarang stunting?

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019