Jakarta (ANTARA) - Potensi zoonosis atau penyakit menular dari hewan ke manusia dapat meningkat akibat deforestasi, kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Taufiq P. Nugraha.

"Deforestasi sebagai salah satu faktor, bisa dikatakan seperti itu. Salah satu faktor yang bisa menyebabkan penyakit itu adalah deforestasi. Logikanya dengan hutan terbuka, satwa liar yang tadinya di dalam tiba-tiba aksesnya ke manusia semakin dekat," kata peneliti satwa liar pada Pusat Penelitian Biologi LIPI itu ketika dihubungi dari Jakarta, Senin.

Terbukanya hutan, katanya, membuat kawasan permukiman warga semakin dekat dan membuat tingkat kemungkinan kontak dengan hewan liar yang memiliki virus dengan manusia dan hewan peternakan atau peliharaan meningkat.

Hal itu, menurut Taufiq, perlu menjadi perhatian karena hewan, seperti kelelawar, terbukti memiliki virus-virus yang berpotensi menginfeksi manusia.

Menurut temuan dari tim peneliti Institut Pertanian Bogor, ujar dia, kelelawar buah di Indonesia memiliki enam jenis virus yang menimbulkan zoonosis.

Tim peneliti IPB dan Research Center for Zoonosis Control (RCZC) Universitas Hokkaido di Jepang menemukan jenis virus pada kelelawar buah, yakni coronavirus, bufavirus, polyomavirus, alphaherpesvirus, paramyxovirus, dan gammaherpesvirus.

Salah satu dasar penelitian itu adalah muncul virus nipah di Malaysia pada 1998 dan virus hendra di Australia pada 1994, dua virus yang ditemukan pada kelelawar buah.

Pola penyebaran nipah adalah virus dari kelelawar berpindah ke babi yang kemudian melakukan kontak dengan manusia, menyebakan infeksi. Hal yang sama juga terjadi dengan virus hendra di Australia yang berpindah dari kelelawar ke kuda dan kemudian ke manusia.

Baca juga: Guru besar : deforestasi ancam kelestarian keragaman hayati Indonesia

"Jadi mekanisme kejadian penyakitnya atau penularannya itu dimungkinkan dari hewan bisa ke hewan. Ada dari hewan ke manusia," kata ahli patologi dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB Prof Drh Agus Setiyono, yang terlibat dalam penelitian tersebut, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin.

Baca juga: Peneliti temukan enam jenis virus pada kelelawar buah di Indonesia

Untuk menghindari penyebaran virus itu, dia menyarankan agar menghindari kontak langsung dan tidak langsung dengan kelelawar karena berpotensi menstransmisi agen penyebab penyakit.

Selain itu, manusia diharapkan tidak mengonsumsi buah yang sudah digigit oleh kelelawar buah, karena meski sudah terbukti matang di pohon, tapi ada risiko virus dari kelelawar.

Baca juga: Ular atau kelelawar penyebar virus corona di China

Dia juga menyarankan bagi yang menikmati masakan dengan bahan kelelawar buah untuk mempertimbangkan kembali kebiasaan tersebut mengingat risiko yang ada. Meski sebagian besar virus akan mati dalam suhu yang tinggi, tapi untuk bahan mentah masih memiliki potensi virus.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020