Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mendorong RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) untuk menjamin kepastian hukum bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai satu-satunya ormas yang mengeluarkan fatwa kehalalan produk.

Ikhsan dalam wawancaranya di Jakarta, Rabu, mengatakan jika hak sidang fatwa diberikan secara terbuka kepada banyak ormas dan yayasan Islam maka berisiko umat terpecah belah dan tidak ada kepastian kehalalan suatu produk.

"Kalau diserahkan kepada lembaga-lembaga lain, terjadi perbedaan halal makruh, subhat. Konsumen juga tidak terlindungi," kata dia merujuk akan terjadinya banyak variasi fatwa mengenai suatu produk.

Komentar Ikhsan itu seiring dengan isi Omnibus Law yang akan membolehkan ormas selain MUI untuk memberi fatwa kehalalan terhadap suatu produk.

Dia mengatakan Majelis Ulama Indonesia sudah mapan menyatukan ormas dan yayasan Islam. MUI juga menjadi wadah para ulama, cendekiawan dan tokoh Muslim dengan anggota di dalamnya adalah ormas-ormas Islam di Indonesia.

Kebingungan, kata dia, akan melanda umat dan masyarakat terhadap berbagai variasi fatwa halal produk jika putusan fatwa diberikan kepada banyak ormas dan yayasan.

"Jadi kalian bikin yayasan, bisa membuat fatwa, maka akan tidak karuan ini. Padahal fatwa yang dapat dipertanggungjawabkan bukan diputuskan segelintir individu atau kelompok tetapi melalui wadah ulama dengan mempunyai kapasitas baik dan melalui majelis," katanya.

Di Indonesia, lanjut dia, tidak mengenal konsep fatwa tunggal dari seorang mufti sebagaimana terjadi di beberapa negara lain sebagaimana di Timur Tengah. Di negara dengan sistem mufti, fatwa dikeluarkan oleh tokoh agama yang ditunjuk bukan melalui wadah majelis seperti MUI di Indonesia.

"Kita tidak mengenal fatwa tunggal atau mufti. Tapi fatwa kita bersifat jamaah atau kolektif. Nah sudah sangat tepat MUI itu fatwanya kolektif. Di sana terdiri majelis-majelis, ormas-ormas Islam yang dinaungi rumah besar MUI," katanya.

Hal relevan lain yang Ikhsan komentari dari Omnibus Law adalah membuka kemungkinan usaha kecil menengah untuk menyatakan produknya halal.

"Muaranya akan menciptakan ketidakpastian hukum. Dengan dibukanya kesempatan UKM boleh memberi 'self declare' pemfatwaan dirinya, menyatakan dirinya halal, itu melanggar syariah, negara tidak boleh melanggar itu," katanya.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020