Karena tingkat percepatan penularan yang masih tinggi
Jakarta (ANTARA) - Angka korban virus corona (COVID-19) di Indonesia terus bertambah dari hari ke hari dan entah kapan berakhir.

Pertambahan angka itu semakin membuyarkan sebagian analisis dan perkiraan semula bahwa pandemi ini akan berakhir pertengahan atau akhir Mei. Kini memasuki pekan kedua Juni 2020 grafik angka korban masih naik.

Sejak data harian korban virus corona diumumkan Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, angkanya memang fluktuatif. Angkanya naik-turun, tetapi sering naiknya.

Dari data yang diumumkan itu pula, ada dua hari menunjukkan angka pertambahan yang mengejutkan dibanding hari dan tanggal lainnya. Disebut mengejutkan karena mendekati seribu.

Yakni Rabu tanggal 23 Mei dengan 949 dan Sabtu (6/6) ada tambahan 993 kasus. Pertambahan 993 kasus baru itu memicu untuk pertama kalinya angka kumulatif positif terpapar virus corona mencapai lebih 30 ribu kasus.

Kalau dicermati, pertambahan hingga hampir seribu pada dua hari dan tanggal itu tampaknya terkait dengan dua fenomena. Pada angka 949 di hari Sabtu 23 Mei 2020 adalah satu hari menjelang Lebaran.

Bila inkubasi virus dari China ini adalah 14 hari, maka jika dihitung mundur, hasilnya diperkirakan terjadi penyebaran masif pada sekitar10 Mei 2020. Sekitar tanggal tersebut terjadi gelombang mudik lebih awal sebelum ada penyekatan di pintu-pintu keluar Jabodetabek.

Baca juga: Tiga Pilar Jakarta Barat resmikan "Kampung Merdeka COVID-19"

Dalam beberapa hari berikutnya, secara nasional angka-angka pada grafik penyebaran virus corona menunjukkan fluktuatif tetapi lebih sering naik serta sebaran meluas. Kondisi itu sudah banyak yang memperkirakan bakal terjadi.

Selain fenomena mudik, di Jabodetabek dan juga di seluruh daerah, pada tanggal dan hari yang mendekati Lebaran diwarnai pergerakan orang menuju pasar. Tujuannya adalah berbelanja kebutuhan pokok maupun pakaian.

Pusat-pusat perbelanjaan di wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memang tutup tetapi beberapa kedapatan buka dan kemudian dipaksa tutup. Orang kemudian mengalihkan pergerakan ke pasar tradisional.
 
Petugas menyampaikan imbauan protokol kesehatan kepada penumpang MRT di Stasiun Bunderan HI, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) fase transisi, MRT Jakarta kembali beroperasi normal dengan jam operasional pada hari kerja pukul 05.00-21.00 WIB dan akhir pekan pukul 06.00-20.00 WIB serta pembatasan penumpang sebanyak 390 orang per rangkaian. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

Meski di beberapa daerah diberlakukan PSBB, tetapi khusus untuk berbelanja kebutuhan pokok memang diizinkan dengan pengawasan aparat keamanan. Tetapi kerumunan di pasar tetap memiliki risiko terjadinya transmisi lokal dari orang tanpa gejala (OTG).

Kemudian kalau mencermati terjadinya lonjakan angka pertambahan pada Sabtu (6/6) dengan 993 kasus baru bisa dilihat dari situasi saat ini yang mulai diwarnai aktivitas di publik. Di samping itu, kalau dihitung mundur, maka ketemunya pada arus balik.

Normal Baru
Kini setelah arus mudik dan arus balik serta pergerakan ke pasar untuk membeli kebutuhan menjelang Lebaran, publik dihadapkan pada persiapan memasuki kenormalan baru. Artinya, mulai ada sedikit kelonggaran tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah virus corona.

Sejumlah daerah juga mulai melonggarkan PSBB. Meski tetap dalam koridor PSBB, tetapi aktivitas publik mulai dibuka lagi.

Baca juga: Toko modern dan pasar tradisional wajib jalankan protokol kesehatan

PSBB saat ini sebagai persiapan memasuki kehidupan pada suasana kenormalan baru. pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, melaksanakan PSBB transisi, sedangkan daerah lain ada yang menyebut PSBB proporsional dan ada yang menggunakan PSBB parsial.

Apapun istilahnya, maksud dan tujuannya adalah mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dalam suasana kenormalan baru. Ini merupakan babak baru dalam perkembangan penanganan virus corona di Indonesia.

Tantangannya tidak ringan karena kenormalan baru ini berlangsung di tengah masih tingginya angka kasus. Persebarannya meluas hingga 34 provinsi.

Di DKI Jakarta, jumlah pasien sembuh dari COVID-19 di DKI Jakarta pada Sabtu (6/6) bertambah 89 orang, tetapi kasus positif bertambah 102 dan pasien meninggal bertambah tiga orang.

Dengan pertambahan itu, jumlah kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta mencapai 7.786 orang. Sedangkan pasien sembuh 2.840 orang dan yang meninggal 535 orang.

Sebanyak 1.635 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 2.776 orang melakukan isolasi mandiri di rumah. Orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 17.113 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 11.873 orang.

Dari data itu, dapat diperoleh gambaran perkembangan penyebaran dan penanganan virus corona di DKI Jakarta. Tampak masih menghadapi tantangan, meski PSBB telah dilaksanakan III fase sejak 10 April hingga 4 Juni 2020.

Baca juga: DKI nyatakan tak segan tindak tegas pelanggar PSBB transisi

Selanjutnya diterapkan PSBB transisi menuju kenormalan baru. Kehidupan mulai dipulihkan tetapi dengan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona.

Meski masih ada tantangan yang tidak ringan, tetapi berdasar analisis data terakhir yang telah disampaikan ke publik menunjukkan tren bahwa pertambahan kasus itu mulai melambat. Artinya, masih ada pertambahan tetapi bukan lonjakan.

Ini tentu menjadi kabar baik sekaligus menguatkan optimisme mengenai penanganan pandemi ini. Tetapi juga mengingatkan bahwa upaya keras belum perlu dikendorkan karena potensi penyebaran masih besar.

Itulah sebabnya DKI Jakarta yang sejak awal sebagai episentrum wabah ini membuka kran untuk kembali ke kehidupan normal secara bertahap dan perlahan-lahan. Apalagi masih ada kawasan permukiman yang berkategori zona merah.
 
Warga berolahraga di Kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Sabtu (6/6/2020). SUGBK dibuka kembali mulai 5 Juni 2020 untuk kegiatan olahraga pasca keputusan pemerintah DKI Jakarta menerapkan PSBB transisi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.

Zona merah itu ditetapkan sebagai klaster dengan cakupan wilayah Rukun Warga (RW). Di klaster RW zona merah itu kemudian diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

PSBL diterapkan di sebanyak 62 RW. Di sini dilakukan karantina dengan pengawasan dan penjagaan ketat oleh aparat pemerintah dan keamanan.

"Karena tingkat percepatan penularan yang masih tinggi," kata Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman DKI Jakarta, Suharti.

Baca juga: Ombudsman Jakarta sarankan Pergub PSBB jadi Perda

PSBL untuk 62 RW itu tersebar di beberapa kecamatan. Tiga wilayah di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, misalnya, diterapkan PSBL.

Camat Tambora Bambang Sutarna menyebutkan kawasan tersebut berada di RW 01, RW 04 dan RW 07 Jembatan Besi. PSBL dilaksanakan selama 14 hari sejak 5 Juni 2020.

PSBL di wilayah zona merah itu hanya diterapkan di wilayah RT yang masih terdapat kasus saja. Misalnya, di RW 4 Jembatan Besi terdiri dari sepuluh RT, tapi hanya satu RT saja yang aksesnya akan ditutup.

Dalam PSBL, izin keluar-masuk warga serahkan ke pemberdayaan warga sekitar. Warga terlibat aktif dalam mengawasi keluar dan masuknya orang ke wilayah zona merah.

Wilayah RW berzona merah itu dikarantina atau dilokalisir selama dua minggu. Klaster-klaster zona merah dalam PSBL yang hanya sebatas wilayah RW itu menunjukkan semakin sedikit atau sempit tingkat penyebaran virus ini.

Warga di RW lainnya mulai bisa beraktivitas dalam bingkai PSBB transisi menuju kenormalan baru. Tetapi dengan protokol kesehatan yang mengharuskan semua warga menjalaninya secara disiplin.

Baca juga: Praktik pemberlakuan PSBB digugat ke MK

Masa transisi ini tampaknya adalah saat melangkah ke babak baru dengan kehati-hatian dan kewaspadaan. Bukan tancap gas dan langsung bebas setelah tiga bulan hidup terbatas.

Seperti disampaikan berulang-ulang oleh berbagai pihak terkait, menjalani hidup sehat dengan disiplin sesuai protokol kesehatan adalah cara ampuh untuk mencegah penyebaran virus corona.

Terpenting, mencegah adalah lebih baik daripada mengobati.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020