... harus memperhatikan mengenai perlindungan hukum vaksin ini, agar tidak ada celah untuk tangan-tangan jahat dalam memonopoli stok dan pasar...
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran, Dea Tunggaesti, menyatakan, Indonesia patut bangga karena siap dan berperan penting dalam pembuatan vaksin untuk melawan Covid-19, namun hal-hal terkait peraturan pendistribusian terhadap vaksin Covid-19 juga harus diperhatikan.

"Sembari berjalannya penelitian dan proses pembuatan, sebaiknya kementerian terkait sudah mulai bersiap untuk menyusun peraturan terkait pendistribusian dan kriteria target vaksin ini. Dengan adanya payung hukum yang jelas akan meminimalkan masalah hukum ke depan," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Indonesia dorong kerja sama kesehatan dengan Rusia, termasuk vaksin

Baca juga: Uji klinis fase tiga vaksin COVID-19 di Indonesia resmi dimulai


Menurut dia, semua pihak ikut terpacu menghasilkan vaksin yang ampuh untuk melawan Covid-19, lalu menjadi tugas pemerintah memastikan semua warga bisa memperoleh secara mudah dan sekaligus menjamin keaslian produk.

"Saya mendengar pemerintah akan membeli vaksin itu, lalu dibagi gratis ke masyarakat. Jika rencana ini dilaksanakan, tentu bagus sekali. Kita harus mendukung," kata doktor ilmu hukum dari Universitas Padjadjaran ini.

Baca juga: Vaksin-obat COVID-19 masuk dalam prioritas riset nasional 2020-2024

Baca juga: Bio Farma pastikan Indonesia prioritas penyaluran vaksin COVID-19


Jika digratiskan tak ada lagi isu soal biaya yang harus dibayarkan warga untuk memperoleh vaksin, namun tinggal urusan distribusinya.

"Kita harus mulai memikirkan persoalan distribusi ini. Supaya tidak menimbulkan chaos dan kegaduhan baru di masyarakat. Karena, untuk awalnya, pasti jumlah vaksin tidak bisa langsung sebanyak rakyat Indonesia. Mau tak mau, harus dibuat prioritas," katanya.

Pemerintah, lanjut dia, harus memperhatikan mengenai perlindungan hukum vaksin ini, agar tidak ada celah untuk tangan-tangan jahat dalam memonopoli stok dan pasar.

Baca juga: Tim Riset Unpad jelaskan kriteria agar vaksin Sinovac lolos uji klinis

"Pengawasan yang bersifat represif melalui pengenaan sanksi atau pidana misalnya dapat mencegah lahirnya oknum-oknum yang memanfaatkan keadaan," katanya.

Dalam pemaparannya, peraturan pemerintah ini baiknya berisi tentang kriteria prioritas pengguna vaksin. Misalnya, didahulukan untuk warga yang tinggal di wilayah yang rentan, yaitu zona hitam dan merah lalu juga diprioritaskan warga berusia lanjut dan mereka yang memiliki riwayat kesehatan serius karena virus ini lebih fatal untuk mereka. Selanjutnya, didistribusikan ke anak-anak, supaya mereka bisa segera kembali sekolah.

Baca juga: Airlangga: Pemerintah siapkan pendanaan vaksin Rp5 triliun tahun ini

Baca juga: BPOM: Vaksin COVID-19 masuk dengan jalur khusus


Seperti diketahui, Indonesia sedang berusaha memproduksi vaksin yang 100 persen dibuat oleh peneliti lokal.

Vaksin Covid-19 yang dinamai vaksin Merah Putih ini disiapkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta dengan bantuan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 

Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih dalam tahap kloning protein rekombinan

Baca juga: 19 relawan sudah disuntikkan vaksin COVID-19 di RSP Unpad Bandung


Pada saat bersamaan, PT Bio Farma (Persero) yang adalah satu-satunya BUMN bergiat di bidang vaksin, bekerja sama dengan produsen farmasi asal China, Sinovac, juga tengah berupaya menghasilkan vaksin serupa.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020