Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Di masa pandemi COVID-19 yang sudah dirasakan sejak awal Maret 2020, hampir 5 ribu pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, bercerai karena berbagai faktor.

"Saya mendapatkan informasi dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi sejak Maret hingga Juli hampir 5 ribu pasutri memilih untuk bercerai, padahal jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi COVID-19 kasus perceraian hanya 1.200 hingga 1.500 kasus saja," kata Bupati Sukabumi Marwan Hamami di Sukabumi, Rabu.

Menurutnya, tingginya angka perceraian di masa pandemi COVID-19 lebih dikarenakan faktor ekonomi, apalagi seperti diketahui sejak awal pandemi sejumlah kegiatan usaha hampir vakum khususnya perusahaan-perusahaan seperti pabrik tutup karena tidak bisa beroperasi.

Dampaknya beberapa karyawannya terpaksa harus dirumahkan, bahkan ada yang diputus hubungan kerja (PHK), tidak hanya perusahaan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pun ikut terdampak, imbasnya pemasukan untuk rumah tangga menjadi carut marut.

Baca juga: Perceraian di Pulau Jawa meningkat disebabkan pandemi COVID-19

Baca juga: Perkara cerai di PA Kendari menurun selama pandemi COVID-19


Minim hingga tidak adanya pemasukan untuk keluarga, tentunya pasutri akan mudah bertengkar dan jika tidak bisa bertahan, ujung-ujungnya memilih untuk bercerai. Padahal pilihan cerai itu bukan merupakan solusi, seharusnya pasutri bisa bergotong royong untuk membina dan menghidupi keluarga.

Namun, dari banyaknya kasus perceraian juga ada yang dikarenakan sudah tidak bisa lagi mempertahankan biduk rumah tangga maupun ketidakcocokan antara suami dan istri. Meskipun pilihan bercerai merupakan hak, tetapi pasutri harus ingat janji saat akad nikah.

"Pandemi COVID-19 merusak hampir ke seluruh tatanan hidup manusia, tidak hanya di sektor kesehatan tapi ekonomi. Bahkan, tidak hanya di Kabupaten Sukabumi saja angka kasus perceraian meningkat," katanya.

Marwan mengatakan di masa normal baru ini Pemkab Sukabumi mempunyai banyak program untuk memulihkan perekonomian masyarakat, seperti dibukanya kembali destinasi pariwisata, waktu operasi aktivitas perdagangan kembali normal, pelatihan, hingga bantuan dalam bentuk peningkatan perekonomian keluarga.

Meskipun tidak bisa langsung memulihkan, karena pandemi belum berakhir, tetapi saat ini perekonomian masyarakat mulai meningkat. Tentunya dalam pemulihan ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, sehingga pihaknya menggandeng badan usaha untuk ikut bersama memberikan bantuan pemulihan ekonomi masyarakat.

Di sisi lain, di masa normal baru sekarang ini masyarakat jangan lalai, karena COVID-19 masih ada dan harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan jangan sampai kasus penyebaran virus yang bisa menyebabkan kematian ini terus bertambah setiap harinya.*

Baca juga: Angka gugatan cerai di AS meroket di masa karantina corona

Pewarta: Aditia Aulia Rohman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020