Jakarta (ANTARA) -
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji menilai saran Komisi Kejaksaan terkait penanganan kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari agar diserahkan kepada KPK terlalu berlebihan dan terkesan melakukan politisasi hukum.
 
"Sebaiknya Komjak tetap berpijak pada masalah area etik dan disiplin Jaksa yang alurnya ada pada MOU tahun 2011, sehingga tidak dalam konteks terkesan berada dalam area pro justitia Kejaksaan," kata Indriyanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: KPK: Ambil alih kasus jaksa Pinangki harus sesuai dengan UU
 
Indriyanto memandang Kejaksaan Agung (Kejagung) tak mengalami kendala dalam menangani kasus dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Indriyanto menyebut Kejagung bisa menangani kasus tersebut hingga tuntas.
 
"Karena tidak ada hambatan maupun kendala teknis hukum pro justitia penanganan kasus di Kejaksaan, maka baiknya KPK maupun Kejaksaan memandang perlu penanganan dilakukan oleh lembaga awal yang tangani kasus ini," katanya.
 
Sejauh ini, Indriyanto menyebut tak ada kendala berarti yang dialami Korps Adhyaksa dalam mengusut kasus yang menyeret anggotanya tersebut. Penanganan kasus Pinangki pun berjalan terintegrasi dengan Polri yang mengusut dugaan suap Djoko Tjandra.

Baca juga: Kejagung bakal koordinasi KPK usut kasus gratifikasi Jaksa Pinangki
 
"Dalam hal tidak ada kendala dan hambatan atas teknis penanganan kasus ini, maka tidak perlu KPK tangani kasus Pinangki ini," katanya.
 
Mantan Plt Wakil Ketua KPK itu mengatakan Kejagung memiliki sumber daya manusia, baik pada tingkat penyidikan maupun penuntutan yang menguasai setiap perkara. Tingkat kapabilitas para jaksa juga baik dan tidak diragukan.
 
"Transparancy judicial court nanti lah yang akan menentukan public trust terhadap kelembagaan penegak hukum, dan tanpa kendala demikian, tentunya Kejaksaan memiliki trust ini," ujarnya.

Baca juga: Kejagung diharapkan inisiatif serahkan perkara Jaksa Pinangki ke KPK

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020