Palu (ANTARA) - Merintis satu kegiatan untuk kemaslahatan masyarakat bukanlah hal mudah. Apalagi di saat situasi setelah bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, seperti yang terjadi di Kota Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong.

Banyak tantangan yang dihadapi mulai dari tahap tanggap darurat, hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi yang hingga saat ini masih terus berjalan, meski bencana 28 September 2018 itu telah berlalu dua tahun.

Yayasan Arkom Indonesia, satu komunitas relawan yang hingga saat ini masih eksis melakukan pendampingan untuk pemulihan masyarakat, di daerah terdampak bencana 28 September 2018.

Konsep relokasi mandiri berbasis kelompok yang digagas oleh Arkom untuk pemulihan penyintas tsunami, terbilang baik karena konsep ini mengedepankan skema partisipatif masyarakat, serta lokasi relokasi tidak berjauhan dengan tempat kegiatan warga (mata pencaharian warga).

Namun, untuk menerapkannya tidak terbilang mudah. Sebab, relokasi mandiri berbasis kelompok, membutuhkan dukungan masyarakat/penyintas, ketersediaan lahan relokasi yang diadakan secara swadaya, dan dukungan pemerintah terhadap infrastruktur dan sarana penunjang lainnya di lokasi relokasi.

Belum lagi mengenai pendampingan untuk peningkatan kapasitas masyarakat dalam pembuatan hunian yang tahan gempa, meningkatkan kapasitas warga penyintas dalam mitigasi bencana, serta upaya mengasah keterampilan untuk perbaikan ekonomi keluarga.

Hal-hal itu yang setidaknya menjadi agenda yang dihadapi oleh Arkom dalam konsep relokasi mandiri yang digagas sejak Januari 2019 atau empat bulan setelah bencana, yakni kala tanggap darurat.

"Diawali dengan pertemuan bersama Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng dan mendapat respon positif," ucap Tim Monitoring dan Evaluasi Yayasan Arkom Indonesia wilayah Palu, Mohammad Cora.

Setelah mendapat respon dari pemerintah, mulai digodok pemetaan, membangun komunikasi dengan warga penyintas kemudian  Maret 2019, mematangkan konsep.

Saat ini terdapat lima wilayah di dua daerah yang menjadi sasaran relokasi mandiri berbasis kelompok yang meliputi Kota Palu dua kelurahan, yaitu Kelurahan Mamboro Barat dan Mamboro Induk. Kemudian, Kabupaten Donggala meliputi Desa Tanjung Padang, Tompe dan Desa Wani Dua.

Dari situlah kemudian, Arkom pada tanggal 5 Februari tahun 2020 meletakkan batu pertama pembangunan hunian tetap bagi penyintas tsunami di Kelurahan Mamboro, dengan model relokasi mandiri berbasis kelompok.

Baca juga: Kenang dua tahun gempa Palu, PFI siapkan pameran foto digital

Baca juga: Sebagian korban bencana telah tempati hunian tetap Balaroa Palu


Respon penyintas

Konsep itu mendapat respon positif dan dukungan dari penyintas di wilayah Kelurahan Mamboro Palu.

Salah satunya Emilia yang mengutarakan Arkom telah mendampingi warga selama dua tahun. Pendampingan dimulai sejak tiga bulan pascabencana.

"Awalnya kami ragu, karena Arkom ketika datang menyatakan tidak membawa apa-apa, sementara kondisi kami saat itu membutuhkan bantuan," ucap Emilia.

Apalagi di tahap tanggap darurat yang saat itu warga benar-benar susah. Di satu sisi, Arkom hadir dan mengajak warga untuk berkomunikasi/berdialog melalui rapat-rapat kecil.

"Kita saat itu jenuh, karena rapat-rapat terus tapi hasilnya. Ternyata, hasilnya besar," ujarnya.

Berkat cara komunikasi dan kesetiaan serta kesabaran Arkom mendampingi warga, akhirnya, akui Emilia, warga bersedia untuk bergotong royong. Warga secara swadaya menyediakan lahan relokasi mandiri berbasis kelompok.

Emilia mengakui dirinya tidak pernah memikirkan sebelumnya bahwa akan mendapatkan satu unit hunian tetap permanen di lokasi relokasi mandiri.

Dukungan warga terhadap relokasi mandiri berbasis kelompok itu juga dibenarkan oleh Nurdin, salah satu penyintas bencana tsunami Kelurahan Mamboro Barat yang merupakan nelayan.

"Kami setuju dengan relokasi secara mandiri kelompok," ujar Nurdin.

Baca juga: Penyintas bencana gempa-likuefaksi di Sigi dapat bantuan modal usaha

Baca juga: Di bekas bencana likuefaksi Petobo, Palu ditemukan kerangka manusia


Dukungan Pemerintah

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menyetujui relokasi penyintas bencana gempa dan tsunami yang dilakukan Arkom Indonesia di Kelurahan Mamboro Barat, Kota Palu, dan Kabupaten Donggala sebagai upaya percepatan pemulihan.

Mohammad Hidayat Lamakarate yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng meletakkan batu pertama pembangunan hunian tetap penyintas tsunami Mamboro Barat dengan model relokasi mandiri berbasis kelompok.

"Pemerintah sangat setuju, karena pemerintah menyadari bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam memulihkan kondisi pascabencana," kata dia.

Ia mengemukakan ketika penyintas  berkeinginan untuk direlokasi secara mandiri ex-situ kelompok dan ada lembaga atau para mitra/pihak yang bersedia untuk melakukan pendampingan terhadap hal itu, maka relokasi secara mandiri dapat dilakukan.

"Jadi, boleh dilakukan dari pemerintah, dari lembaga non-pemerintah dan boleh dari masyarakat," ucapnya lagi.

Sekdaprov Sulteng menguraikan masalah terbesar dalam relokasi adalah penyiapan lahan, namun jika masyarakat berkomitmen membantu menyediakan lahan, kemudian ada lembaga yang bersedia membantu termasuk membangunkan hunian, maka hal itu merupakan langkah yang tidak terpisahkan dalam menanggulangi pascabencana.

Hidayat menyampaikan Pemerintah Sulteng berupaya semaksimal mungkin untuk memulihkan kondisi dengan cepat. Karena itu ia butuh kerja cepat penanggulangan.

"Terima kasih Arkom Indonesia yang telah membantu memulihkan kondisi penyintas," ujar dia.

Begitu juga dengan Pemerintah Kota Palu, mengapresiasi upaya Arkom Indonesia memenuhi kebutuhan warga korban bencana di Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara, dengan membangun hunian tetap.

"Selaku pemerintah daerah kami berterima kasih atas bantuan Arkom yang telah membantu pemukiman relokasi mandiri ex-situ kelompok bagi warga penyintas," kata Wali Kota Palu Hidayat.

Arkom sebagai lembaga yang bergerak di bidang arsitek berbasis komunitas, sejak lama sudah ikut membantu pemulihan di Kota Palu.

Mereka tetap konsisten mengawal fase rehabilitasi dan rekonstruksi di kota itu hingga merealisasikan program-program kemanusiaan, salah satunya  membangun huntap untuk penyintas di Kelurahan Mamboro Barat.

Wali kota menilai langkah lembaga tersebut berdampak positif terhadap penanganan bencana di Ibu Kota Sulawesi Tengah. Keikutsertaan sejumlah organisasi sangat membantu pemerintah dalam situasi seperti ini.

"Arkom akan menggunakan bahan baku atau material yang di produksi warga kota Palu dan kualitas konstruksinya sudah terjamin bagus," ungkap Hidayat.

Baca juga: Askrindo-Baznas bangun masjid dan huntap untuk korban bencana Sigi

Baca juga: Penyintas bencana di Jono Oge-Sigi dapat bantuan 100 hunian bertumbuh


Tempati Huntap

Arkom Indonesia mengupayakan penyintas bencana tsunami di Kelurahan Mamboro Barat Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah menempati hunian tetap (huntap) pada Desember 2020.

"Target awal pada momen dua tahun setelah bencana, penyintas sudah dapat tempat huntap. Namun, karena beberapa fasilitas belum tersedia secara lengkap, maka diupayakan pada Desember 2020 sudah bisa ditempati," ucap Direktur Program Yayasan Arkom Indonesia R Yuli Kusworo.

Arkom Indonesia menginisiasi relokasi mandiri kelompok penyintas tsunami Kelurahan Mamboro Barat yang letak/lokasi relokasi tidak berjauhan dengan lokasi mata pencaharian penyintas.

Dalam skema relokasi tersebut kurang lebih 39 kepala keluarga bersedia direlokasi secara kelompok. Bahkan, warga turut terlibat dalam penyediaan lokasi lahan dan pembangunan huntap.

Yuli mengemukakan sebanyak 39 rumah yang dibangun di lokasi relokasi terdiri dari 10 rumah dari Arkom Indonesia yang dibangun dengan konsep rumah panggung metode Risha.

Kemudian, 27 rumah tapak yang dibangun oleh Pemkot Palu melalui BPBD setempat dan empat rumah dari PUPR.

Kondisi rumah saat ini, kata dia, sebagian sudah di tahap finishing dan sebagiannya lagi mendekati tahap finishing.

"Beberapa fasilitas penunjang seperti drainase, jalan dan air dan listrik sedang dalam proses," ujarnya.

Untuk drainase dan jalan, dikerjakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Sementara untuk air dikerjakan oleh Yayasan Sheep Indonesia yang juga mitra dari Arkom Indonesia. Kemudian untuk listrik ditangani langsung oleh Pemkot Palu dan PLN.

"Karena ini areal permukiman baru, maka listrik baru bisa direalisasikan kemungkinan pada Oktober 2020," ujarnya.

Setelah warga menempati huntap, Arkom akan meningkatkan kemampuan para penyintas bencana tsunami 28 September 2018 di Kelurahan Mamboro Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, dalam pengurangan risiko bencana.

"Jadi setelah fase rekonstruksi, maka kami akan menindaklanjutinya dengan fase kesiapsiagaan," ucap Yuli.

Arkom akan melakukan peningkatan kapasitas warga penyintas terhadap pengurangan risiko bencana berbasis kelompok merupakan serangkaian kegiatan rekonstruksi/relokasi warga berbasis kelompok dan kesiapsiagaan yang dilakukan Arkom Indonesia di lokasi relokasi penyintas yang diberi nama "Kampung Tanggap Bencana".

Saat ini Arkom Indonesia masih sedang menyelesaikan fase rekonstruksi, yakni pembangunan hunian tetap dengan skema relokasi mandiri kelompok.

Setelah fase itu berakhir pada Desember 2020, maka pada 2021 Arkom Indonesia akan memulai fase kesiapsiagaan, peningkatan kapasitas warga penyintas terhadap pengurangan bencana, dengan membentuk forum pengurangan risiko bencana, simulasi dan gedung evakuasi.

"Fase ini akan kami komunikasikan dengan pihak Pemkot Palu melalui BPBD setempat," ujar Yuli Kusworo.

Pada fase rekonstruksi, Arkom sebelum memulai telah bekerja sama dengan Pemkot Palu melalui BPBD. Terkait dengan fase kesiapsiagaan, Arkom juga akan memulainya dengan kerjasama atau MoU dengan BPBD Palu.

Diupayakan pembahasan awal mengenai fase kesiapsiagaan telah dimulai dikomunikasikan dengan BPBD pada November 2020, sehingga pada Januari 2021 telah dilakukan penandatangan MoU untuk peningkatan kapasitas pengurangan risiko bencana bagi penyintas bencana tsunami Kelurahan Mamboro Barat.

Yuli mengemukakan, bila telah ada kerja sama, maka langkah awal yang dilakukan oleh Arkom yakni memulai kajian pengurangan risiko bencana yang melibatkan langsung masyarakat.

Sebelum dilakukan di Palu, Arkom telah membentuk satu kampung tanggap bencana di Kabupaten Donggala yaitu di Desa Wani II. Warga di desa itu dilatih/ditingkatkan kapasitas dengan berbagai program di antaranya yakni simulasi evakuasi saat bencana terjadi.*

Baca juga: Data sisa rumah rusak korban bencana Palu diverifikasi kembali

Baca juga: Korban likuefaksi Balaroa minta kejelasan ganti untung tanah
Hunian tetap penyintas tsunami Kelurahan Mamboro Barat, Kota Palu, model rumah panggung, yang dibangun oleh Arkom Indonesia dalam tahapan rehab-rekon dengan skema relokasi mandiri kelompok. (ANTARA/HO-Arkom Indonesia)

 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020