Port Moresby (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM (Menkum Ham) Patrialis Akbar mengatakan pihaknya telah meminta Pemerintah Australia untuk bersikap seimbang dalam persoalan permintaan ekstradisi para terpidana di kedua negara.

"Kita sudah kabulkan permintaan ekstradisi mereka terhadap tiga orang, tetapi permintaan kita terhadap lima orang sampai hari ini belum dikabulkan. Saya sudah bilang kepada Jaksa Agung dan Menteri Imigrasi mereka bahwa kita harus seimbang," kata Patrialis.

Patrialis menyampaikan hal tersebut di pesawat kepresidenan yang mengantar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan rombongan bertolak dari Sydney, Australia menuju Port Moresby, Papua Nugini, Kamis.

Menurut Patrialis, Jaksa Agung dan Menteri Imigrasi Australia mengatakan persoalan belum diberikannya ekstradisi lima terpidana Indonesia di Australia adalah karena persoalan birokrasi yang sulit.

"Namun, dengan kunjungan resmi barangkali mereka akan mengupayakan, meski mereka tidak berani memberikan target waktu," katanya.

Patrialis mengatakan, lima orang terpidana di Indonesia yang diminta diekstradisi dari Australia adalah Adrian Kiki Ariana terpidana korupsi BLBI, Christopher John James terpidana kejahatan dengan kekerasan, Jason Sujana Tanuwidjaya terpidana kasus forgery, Sofyan Sarabin terpidana kasus penggelapan dan Peter Dundas Walbron terpidana kasus kekerasan terhadap anak-anak.

Sementara tiga orang terpidana di Australia yang lari ke Indonesia dan sudah diekstradisi adalah Charles Alfred Barnet kasus pedophile, Hadi Ahmadi kasus penyelundupan manusia dan Raul Francis Callahan kasus pelecehan seksual.

Mengenai pembelaan Adrian yang menolak diekstradisi dengan alasan kondisi penjara Indonesia yang sangat buruk, Patrialis mengatakan telah menjelaskan hal itu bahwa kondisi penjara di Indonesia sudah semakin baik.

"Saya bilang tidak semua penjara di Indonesia seperti yang dikatakan Adrian, dan penjara para koruptor akan ditempatkan di lapas baru di Cipinang mulai April mendatang," katanya.(D012/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010