Palu (ANTARA) - Kesuksesan pelaksanaan pemilihan kepala daerah, tidak hanya menjadi kewajiban penyelenggara pemilu di tingkat pusat dan daerah dan pemerintah,  melainkan perlu keterlibatan semua komponen mulai di masyarakat termasuk kaum perempuan.

Meski berbeda dari sisi jenis kelamin dan fisik, namun peran perempuan dalam pemilihan kepala daerah, tidak bisa disepelehkan. Ada banyak perempuan yang terlibat sebagai calon kepala daerah atau peserta, pengurus partai politik pengusung calon, ketua tim pemenangan calon.

Hal itu menunjukkan bahwa peran dan eksistensi perempuan di pilkada tidak berbeda jauh dengan kaum Adam. Belum lagi dari sisi penyelenggara, perempuan juga terlibat sebagai anggota pelaksana pilkada pada Komisi Pemilihan Umum (KPU), juga terlibat sebagai pengawas di Badan Pengawas Pemilihan Umum, mulai dari tingkat pusat hingga tempat pemungutan suara (TPS).

Di Provinsi Sulawesi Tengah misalnya, ada satu perempuan yang menjadi penyelenggara pemilu/pilkada di KPU tingkat provinsi yakni Halimah. Kemudian di Badan Pengawas Pemilu tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, terdapat Zatriawati.

Meski tidak ada calon perempuan yang maju bertarung memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur Sulteng pada pilkada tahun 2020 ini, namun salah satu ketua tim pemenangan dari salah satu pasangan calon dijabat perempuan yakni, Dr Hj Nilam Sari yang merupakan ketua Tim Pemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 1, Rusdi Mastura dan Ma'mun Amir.

Kemudian, terdapat tiga perempuan di Palu, yakni Imelda Liliana Muhidin Said, Reni Lamadjido, dan Habsa Yanti Ponulele, bertarung dalam perebutan kursi wali kota dan wakil wali kota setempat, pada pemilihan kepala daerah tahun 2020.

Said merupakan calon wali kota Palu berpasangan dengan Arena JR Parampasi, diusung partai Partai Golongan Karya dan Partai Gerindra.

Kemudian Lamadjido sebagai calon wakil wali kota Palu, berpasangan dengan Hadianto Rosyid sebagai bakal calon wali kota. Mereka diusung Partai Hanura dan PKB.

Berikutnya Ponulele merupakan calon wakil wali kota. Ia berpasangan dengan petahana wali kota Palu Hidayat, yang diusung PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan PAN.

Selanjutnya, di Kabupaten Sigi terdapat satu perempuan yakni Paulina yang maju sebagai calon wakil bupati berpasangan dengan Husen Habibu.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat strategis dan kemampuan yang mumpuni dalam pilkada serentak tahun 2020 di Sulteng.

Jumlah pemilih perempuan
KPUD Provinsi Sulawesi Tengah telah menetapkan jumlah pemilih tetap pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2020 sebesar 2.022.191.

Dari jumlah tersebut, pemilih perempuan sebanyak 990.028 dan pemilih berjenis kelamin laki-laki 1.032.163 pemilih. Artinya, jumlah perempuan dalam DPT pilkada tahun 2020 mencapai setengah dari total pemilih.

Hal ini tentu menunjukkan bahwa suara perempuan menjadi penentuan pemimpin, yang diharapkan bisa berdampak pada kemajuan pembangunan daerah dan pemenuhan terhadap hak-hak perempuan.

Suara dan partisipasi aktif kaum perempuan menjadi sangat penting di Pilkada," ucap anggota Bidang Partisipasi Masyarakat, Sosialisasi dan SDM KPUD Sulawesi Tengah, Sahran Raden.

Berdasarkan data KPU Sulawesi Tengah terkait dengan partisipasi perempuan menyalurkan hak pilih pada Pemilu 2019 mencapai 84 persen.

Pada Pemilu 2019, lanjut dia, jumlah pemilih perempuan mencapai angka 818.000 pemilih, dari total jumlah pemilih 1,9 juta.

Rata-rata partisipasi secara umum, kata dia, untuk akumulasi keseluruhan kabupaten/kota pada Pemilu 2019 mencapai 80 persen partisipasi.

Karena itu, KPU Sulawesi Tengah memposisikan kelompok rentan seperti perempuan menjadi salah satu sasaran pengenalan pilkada sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan partisipasi pemilih pada Pilkada 9 Desember 2020.

"Beberapa strategi pengenalan pilkada, pendidikan pemilih yang dilakukan oleh KPU Sulteng yang difokuskan pada perempuan," kata Sahran Raden.

Ia menyebut, salah satu strategi KPU Sulawesi Tengah yakni menggandeng tokoh perempuan dalam mengenalkan pilkada dan melakukan pendidikan pemilih dengan sasaran kaum hawa.

Perempuan di daerah terpencil
Perempuan di daerah terpencil di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, diupayakan KPU dengan berbagai cara agar mereka bisa terlibat dan menyalurkan hak pilih pada 9 Desember 2020.

Ketua KPU Kabupaten Donggala, M Unggul, mengemukakan upaya yang dilakukan terhadap perempuan di daerah terpencil yakni mengenalkan pilkada dan pendidikan pemilih.

"Iya, komponen perempuan menjadi satu fokus KPU dalam hal upaya peningkatan partisipasi dan pendidikan pemilih," kata Unggul.

Di Kabupaten Donggala, kata dia, terdapat empat kecamatan di Kabupaten Donggala sebagai wilayah/daerah terpencil meliputi, Kecamatan Pinembani, Rio Pakava, Banawa Selatan, Balaesang Tanjung dengan jumlah pemilih perempuan yang berbeda-beda.

Pemilih perempuan di Kecamatan Pinembani sebanyak 1.830 dengan jumlah TPS sebanyak 21. Kecamatan Rio Pakava pemilih perempuan mencapai 7.524 dengan jumlah TPS 53, Kecamatan Banawa Selatan pemilih perempuan 8.230 dengan jumlah TPS 61, kemudian pemilih perempuan di Kecamatan Balaesang Tanjung berjumlah 3.972 dengan jumlah TPS 26.

"Agar perempuan-perempuan di wilayah terpencil bisa menyalurkan hak pilih, maka KPU Donggala berupaya membangun TPS di wilayah terpencil tersebut," ujarnya.

Ia menerangkan, mendekatkan TPS kepada masyarakat termasuk komponen perempuan, menjadi salah satu strategi agar masyarakat dapat menyalurkan hak pilih di 9 Desember 2020.

Apa yang dilakukan KPUD Donggala, tidak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan KPUD Kabupaten Sigi dalam upaya mengenalkan dan meningkatkan kapasitas perempuan di wilayah terpencil di Sigi menyangkut pilkada dan kepemiluaan.

Kaum perempuan dan kelompok masyarakat yang berada di wilayah terpencil menjadi prioritas kami dalam menyosialisasikan pilkada," sebut Anggota Bidang Sosialisasi, Parmas dan SDM KPUD Kabupaten Sigi, Anhar Lasingki.

Pemilih perempuan berjumlah 83.698 dan pemilih, laki-laki 86.727 pemilih yang tersebar di 15 kecamatan, 176 desa dan 549 TPS se-Kabupaten Sigi.

Ia menyebut bahwa, berdasarkan data tersebut, jumlah kaum Hawa mencapai setengah dari total pemilih. Olehnya, sebut dia, kaum Hawa sangat memiliki peran untuk meningkatkan partisipasi di pilkada tahun 2020.

"Karena itu pendidikan pemilih, sosialisasi mengenai pilkada dan kepemiluan, penting untuk dikenalkan kepada kaum Hawa," ujarnya.

Perempuan yang berada di wilayah terpencil di Kabupaten Sigi, kata Anhar, memiliki hak yang sama dalam pilkada. Dimana mereka berhak menyalurkan hak pilihnya pada 9 Desember tahun 2020.

Hambatan
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tengah, Zatriawati, mengemukakan pandemi virus Korona jenis baru (Covid-19) hambat keterlibatan perempuan dalam pengawasan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020.

"Wabah Covid-19 saat ini akan menghambat keterlibatan perempuan dalam pelaksanaan dan pengawasan pemilihan kepala daerah," ucap Satriawati, di Palu, Kamis.

Menurut dia,, pemilihan kepala daerah tahun ini akan dilaksanakan di 270 wilayah, yang meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Namun, sebut dia, dari pelaksanaan itu yang beririsan dengan pandemi Covid-19, membuat komponen kaum perempuan tidak hanya terhambat dalam partisipasi pengawasa. Melainkan turut serta terancam kehilangan suara.

Ia menguraikan, berdasarkan data yang ada pada Bawaslu Sulteng jumlah pengawas perempuan dalam pemilihan kepala daerah 2020 lebih sedikit ketimbang pengawas lelaki.

Dimana, sebut dia, dari 7.593 calon pengawas Pilkada 2020 yang lolos seleksi administrasi, perempuan hanya berjumlah 1.209 orang (16 persen). Dari jumlah 2.107 anggota Bawaslu di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, terdapat hanya 362 perempuan.

Untuk di Sulawesi tengah, lanjut Zatriawati, dari 81.927 anggota Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) di tingkat desa atau kelurahan, yang berkelamin perempuan sebanyak 25.675 orang atau hanya 31 persen.

"Berdasarkan latar belakang pekerjaan, ternyata ibu rumah tangga berada di level 12 persen menjadi bagian dari penyelenggara pengawas pemilihan umum. Yang paling tinggi karyawan atau honorer 27,14 persen. Kemudian di level kedua ada petani 18,52 persen," kata Zatriawati.

"Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan di pilkada yang beririsan dengan ada pandemi Covid-19 rendah," ujarnya.
 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020