Jakarta (ANTARA) -- Semakin tingginya risiko dan rasio kerugian atau loss di sektor asuransi marine hull, sedangkan tarif atau rate-nya justru kian kompetitif menimbulkan keresahan di kalangan para pelaku asuransi dan reasuransi nasional.

Hal ini tertuang dalam Focused-Group Discussion (FGD) bertajuk 'Analisa Bollard Pull dan Crew Negligence Klaim Tug dan Barge Pada Asuransi Rangka Kapal' yang digelar secara virtual oleh Indonesia Re di Jakarta, Rabu.

Direktur utama Indonesia Re Kocu A Hutagalung menyampaikan, tingginya jumlah klaim dari sektor marine hull umumnya berasal dari kerusakan atau kandasnya kapal tug dan barge. Terdapat beberapa faktor, namun ketidakcukupan bollard pull atau daya tarik kapal menjadi permasalahan utama.

"Kondisi kurang terpeliharanya kapal hingga lemahnya regulasi pelayaran pun menjadi hal yang sering kita temui di lapangan. Sehingga diperlukan tindakan bersama dari seluruh stakeholder industri maritim," ungkapnya.

Produk asuransi marine hull mengalami loss yang cukup besar, dimana tug dan barge memberikan kontribusi terbesar. Cuaca buruk umumnya kerap menjadi kambing hitam penyebab kandasnya kapal. Namun, berdasarkan hasil analisa teknis data kejadian klaim, ditemukan fakta adanya kondisi ketidaklaiklautan operasi towing berupa ketidakcukupan power tug dalam menarik barge.

Oleh karena itu, diperlukan adanya regulasi yang mengatur minimum power Tug dan standar kecepatan kapal untuk operasi Towing di Indonesia dan peningkatan survey kapal secara periodik.

Adapun dari sisi industri asuransi, lanjut Kocu, pihaknya mendorong ketegasan underwriter dalam akseptansi risiko, dengan syarat dan ketentuan yang ketat dan jelas sehingga dapat meminimalisir potensi perselisihan apabila terjadi klaim.

"Jangan sampai sektor marine hull jadi sebuah risiko yang makin lama makin tidak dapat dicover (uninsurable)," tukasnya.

Senada dengan Kocu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia Dody A.S. Dalimunthe menegaskan bahwa underwriter harus berani menolak mengasuransikan sebuah kapal apabila terdapat indikasi atau temuan kalau kapal tersebut kurang laik melaut.

"Karena pada akhirnya tidak hanya sebatas pada nilai klaim asuransinya saja, tapi kan di dalam kapal tersebut ada kru, muatan, dan sebagainya, yang pada akhirnya kerugian akan sangat besar," tutupnya

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020