Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Indra Permanajati mengingatkan perlunya mewaspadai bahaya gerakan tanah jenis rayapan saat hujan deras karena dapat memicu longsor yang lebih besar.

"Gerakan tanah dengan jenis rayapan merupakan jenis pergerakan yang lambat. Kondisi ini dimungkinkan karena topografi wilayah yang tidak terlalu terjal, sehingga gaya gravitasi yang menyebabkan longsoran juga tidak terlalu besar," kata Koordinator Bidang Bencana geologi Pusat Mitigasi Unsoed tersebut di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu.

Hal itu membuat gerakan tanah menjadi tidak terlalu cepat atau bersifat lambat.

Baca juga: Akademisi: Pencegahan longsor bisa dilakukan dengan cara sederhana

Kendati demikian, kondisi tersebut harus terus diwaspadai karena pergerakan tanah jenis rayapan biasanya membentuk retakan-retakan.

"Retakan ini sebagai media air masuk ke dalam tanah, sehingga kalau curah hujan tinggi, gerakan tanah akan makin cepat. Tetapi, kalau musim kemarau mungkin gerakan tanah menjadi lambat atau sama sekali berhenti," katanya.

Sebagai langkah antisipasi, kata dia, masyarakat bisa segera menutup retakan-retakan tersebut dengan tanah untuk meninimalisasi aliran air yang masuk.

"Masyarakat juga bisa membuat media-media penghambat longsor seperti cerucuk bambu atau menanam pohon berakar kuat atau dapat juga memanfaatkan karung untuk menampung tanah dan dikombinasikan dengan cerucuk bambu lalu dipasang pada daerah longsor bagian bawah untuk menahan longsoran sementara," katanya.

Baca juga: Akademisi Unsoed: Upaya mitigasi bencana harus komprehensif

Baca juga: Belasan dosen Unsoed Purwokerto kembalikan dana publikasi penelitian


Dia menyebutkan bahwa bencana pergerakan tanah yang terjadi di Kalitlaga, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara pada Kamis (3/12) merupakan contoh dari gerakan tanah jenis rayapan.

"Sifatnya lambat, namun jika hujan deras terus menerus retakan-retakan yang muncul akibat gerakan tanah bisa jadi media air masuk ke dalam tanah hingga akhirnya memicu longsoran yang lebih besar, sehingga harus segera diantisipasi," katanya.

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, Jawa Tengah menginformasikan bahwa 348 orang warga Desa Kalitlaga, Kecamatan Pagentan terpaksa mengungsi akibat terdampak pergerakan tanah yang melanda wilayah tersebut.

Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara Aris Sudaryanto melalui Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Budi Wahyono mengatakan hingga hari ini tercatat ada 348 orang pengungsi yang terbagi dalam 13 lokasi baik di dalam maupun luar desa.

Dia menjelaskan warga mengungsi akibat tanah longsor yang terjadi setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut pada Kamis (3/12).

Menurut data terakhir yang dikumpulkan oleh tim di lapangan, longsor telah mengakibatkan 12 rumah warga rusak berat, 5 rusak sedang dan 3 rusak ringan.

Baca juga: Sosiolog: Duta masker dibutuhkan tingkatkan kesadaran masyarakat

Baca juga: Unsoed Purwokerto segera operasikan laboratorium uji PCR


Selain itu banyak rumah warga yang mengalami keretakan pada tembok dan lantainya, sehingga terpaksa mengosongkan rumah karena khawatir terjadi pergerakan tanah susulan.

"Bukan hanya mengakibatkan kerusakan pada rumah warga, jalan antardukuh juga mengalami kerusakan dan listrik di lokasi masih dipadamkan hingga saat ini. Warga dianjurkan mengungsi karena dikhawatirkan terjadi pergerakan tanah susulan mengingat hingga saat ini kondisi cuaca masih hujan deras," katanya.

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020