tidak ada gunanya suntik kebiri kalau kejahatannya karena faktor psikologis
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti berpendapat tindakan kebiri kimia tidak akan efektif dilakukan kalau motif pelaku kejahatan karena faktor psikologis bukan dorongan libido atau hormon dalam tubuhnya.

"Secara pribadi, saya berpendapat harus dilihat dulu apakah karena psikologis atau faktor hormon dalam tubuhnya sehingga pelaku melakukan kejahatan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Misalnya, ujar dia, pelaku sewaktu kecil merupakan korban kekerasan seksual lalu setelah dewasa melakukan hal yang sama pada anak-anak sebagai imbas dari psikologisnya yang terganggu.

Oleh karena itu, pihak-pihak terkait perlu melihat lebih jauh penyebab utama pelaku melakukan kejahatan apakah murni karena libido atau dampak psikologis masa lalu.

Baca juga: Presiden Jokowi sahkan PP pelaku kekerasan seksual anak dikebiri kimia

Baca juga: Pakar : Hukuman kebiri untuk predator anak belum setimpal


"Kan tidak efektif, misalnya dulu dia korban karena tidak mendapatkan rehabilitasi lalu menjadi pelaku kemudian dikenai hukuman kebiri kimia," kata Retno.

Retno mencontohkan di Eropa pelaku kejahatan seksual pada anak karena faktor hormon atau libido malah meminta agar dirinya disuntik kimia atau kebiri kimia agar tidak mengulangi perbuatan yang sama.

Ia menyarankan khusus bagi pelaku yang melakukan kejahatan karena faktor psikologis, maka langkah yang tepat ialah merehabilitasi sehingga bisa berdamai dengan masa lalunya dan tidak mengulangi perbuatan.

"Jadi tidak ada gunanya suntik kebiri kalau kejahatannya karena faktor psikologis," ujarnya.

Oleh sebab itu, ia menyadari banyak aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang menentang peraturan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak tersebut.

"Menurut saya begitu, tetapi dalam peraturan ini tidak ada alternatif tersebut," ujar dia.

Baca juga: KPAI: PP Kebiri Kimia beri kejelasan hukum pelaku kejahatan seksual

Baca juga: KPAI: PP Kebiri jadi pedoman pelaksanaan UU

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021