Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, akan mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2015 tentang Pengawasan Minuman Keras, sebagai upaya mengoptimalkan pengendalian peredaran minuman keras di kota itu.

"Dalam waktu dekat akan dilakukan evaluasi terhadap program-program sebelumnya, termasuk menyiapkan program lain yang lebih baik untuk mengendalikan peredaran miras di kota ini," kata Wakil Wali Kota Mataram TGH Mujiburrahman di Mataram, Selasa.

Pernyataan itu disampaikan menanggapi masih maraknya peredaran penjualan minuman keras terutama minuman keras tradisional berupa tuak pada sejumlah titik di Kota Mataram.

Mujiburrahman yang baru dilantik menjadi Wakil Wali Kota Mataram pada 26 Februari 2021, mengatakan saat ini menjadi titik awal lagi dan semangat baru untuk lebih menggencarkan penegakan perda-perda yang sudah ada.

Baca juga: MUI sebut peredaran miras kontraproduktif dengan wisata halal

Baca juga: MUI apresiasi Presiden batalkan lampiran aturan izin investasi miras


"Tujuannya, agar regulasi yang sudah dibuat itu tidak hanya sebatas aturan tertulis," katanya.

Khusus untuk Perda Miras, katanya, berbagai kegiatan yang sudah dilakukan misalnya, menggencarkan razia minuman keras dan pengawasan secara intensif terhadap distribusi minuman keras dari luar kota ke Mataram, yakni pada setiap pintu masuk kota agar
dapat diaktifkan kembali.

"Selain itu, kita evaluasi juga terkait pemberian dana kompensasi bagi pedagang miras di Mataram agar beralih profesi. Namun, sejauh ini kesannya pedagang miras masih tetap beroperasional," katanya.

Pada akhir tahun 2016, Pemerintah Kota Mataram memberikan dana kompensasi terhadap sekitar 20 kelompok pedagang tuak, dimana satu kelompok beranggotkan sekitar 10-13 orang dengan total bantuan yang dialokasikan pemerintah kota sekitar Rp350 juta.

Kompensasi itu, bertujuan agar pedagang memiliki modal untuk beralih profesi dan meninggalkan profesi sebagai pedagang tuak sehingga bisa berjualan sembako, kopi, atau lainnya.

Akan tetapi, kondisi yang terjadi sebaliknya dimana pedagang tuak masih berjualan, bahkan lebih besar dari usaha yang sebelumnya, karena itu pemerintah kota disarankan untuk menarik batuan dana kompensasi yang telah diberikan.*

Baca juga: PP Muhammadiyah sebut Perpres investasi miras potensi disintegrasi

Baca juga: Timbulkan mudharat, Ketum PBNU tolak Perpres investasi minuman keras

Pewarta: Nirkomala
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021