ada nilai tambah, ada yang baru
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dilakukan dengan dua pendekatan yakni dari sisi manufaktur dan sisi penelitian dan pengembangan (litbang).

"Sudah tidak saatnya lagi kita berpuas diri hanya menjadi perakit. Nah berarti kita naik kelas, pertama dengan meningkatkan local content (komponen dalam negeri) di mana local content itu terbagi dua yaitu local content yang manufaktur dan local content R&D (penelitian dan pengembangan)," kata Menristek Bambang dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2021, Jakarta, Senin.

Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang menuturkan peningkatan produksi dalam negeri harus disikapi dengan menggunakan produk yang memang dibuat dalam negeri dan membuat produk yang beredar di Indonesia mempunyai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang relatif tinggi.

"Jika ingin mengklaim suatu produk adalah produk Indonesia, maka TKDN-nya harus di atas 50 persen, yang berarti produk yang benar-benar dibuat oleh negeri sendiri dan produk yang memiliki komponen lokal yang tinggi," katanya.

Baca juga: Kemenperin bidik rata-rata kandungan lokal industri capai 40 persen
Baca juga: Kemenperin tingkatkan kandungan lokal produk ponsel


Menristek Bambang menuturkan untuk tidak berpuas hanya menjadi perakit saja bukan sekadar meniru saja, apalagi jika material sampai teknologi yang dirakit sepenuhnya berasal dari luar. "Namun, harus ada kebaruan dan kemampuan melahirkan inovasi," katanya.

Selain itu, menurut Menristek, harus dipastikan bahwa peningkatan TKDN dari segi manufaktur berasal dari upaya sendiri untuk melakukan reverse engineering (rekayasa ulang) dan membuat produknya dengan baik dengan diberi sentuhan baru atau ada kebaruan dalam reverse engineering yang dilakukan, dan juga ada inovasi yang benar-benar bisa dilahirkan sebagai inovasi Indonesia.

"Yang kita cita-citakan yang kita rasakan adalah kita pelajari produknya kemudian dilakukan reverse engineering dan ketika kita melahirkan produk yang mirip, produk yang mirip itu sudah dilengkapi dengan suatu kebaruan, ada nilai tambah, ada yang baru sehingga kita bisa nyatakan itu sebagai inovasi, itulah yang sebenarnya secara berhasil dilakukan baik oleh Jepang di masa awal mereka menjadi negara maju demikian juga di Korea," ujarnya.

Baca juga: Produk ventilator karya anak bangsa dapat sertifikat internasional
Baca juga: Luhut: Kita harus bangga gunakan produk dalam negeri


Pendekatan kedua adalah dari segi penelitian dan pengembangan sehingga dari sejak awal tahapan pengembangan desain produk hingga produksi produknya, semuanya ada di Indonesia, dan itu dapat mendorong peningkatan penggunaan komponen lokal dalam pembuatan suatu produk dari awal penelitian.

"Kuncinya kita harus punya kemampuan untuk melahirkan inovasi baik melalui reverse engineering maupun melalui cara lain sehingga R&D di setiap produk manufaktur yang ada di Indonesia itu bisa dikenali, diakui dan nantinya bisa menjadi sumber dari produk yang benar-benar bukan hanya rakitan Indonesia tapi produk buatan Indonesia karena di design development sampai kepada masuk manufacturing semuanya ada di Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Presiden Jokowi: Boleh saja mengatakan tidak suka produk asing
Baca juga: Pengamat apresiasi imbauan Presiden untuk cinta produk dalam negeri

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021