Beberapa media kemarin, dengan ramainya membuat pemberitaan vaksinasi di Eropa terancam gagal dalam judulnya yang terkesan provokatif
Jakarta (ANTARA) - Dokter sekaligus relawan COVID-19 dokter Fajri Adda’i mengatakan bahwa penggunaan bahasa atau pun kalimat yang provokatif dalam penyebaran informasi terkait COVID-19 menjadi salah satu faktor yang memicu masifnya misinformasi di masyarakat, termasuk soal vaksinasi.

Fajri mencontohkan, salah satu misinformasi yang sempat menakutkan publik untuk divaksinasi COVID-19 adalah terkait beredarnya pemberitaan mengenai vaksin AstraZeneca.

"Beberapa media kemarin, dengan ramainya membuat pemberitaan vaksinasi di Eropa terancam gagal dalam judulnya yang terkesan provokatif. Padahal setelah dibaca itu karena Vaksin AstraZeneca yang jumlah tidak banyak dan masih ada opsi lain untuk vaksin-vaksin lain. Ini yang bikin sering kali masyarakat jadi misinformasi kabar-kabar terkait COVID-19,” kata Fajri dalam satu webinar, Rabu.

Baca juga: Kominfo libatkan berbagai lembaga tangani hoaks vaksin

Fajri mengharapkan penggunaan kalimat atau bahasa yang provokatif itu seharusnya dihindari mengingat kebiasaan masyarakat Indonesia yang hanya membaca judul namun tidak membaca hingga keseluruhan informasi terserap.

Kebiasaan itu juga yang menjadi salah satu penyebab banyaknya informasi tidak tersampaikan secara tepat, terutama terkait penanganan COVID-19.

Menurutnya, banyak informasi terkait COVID-19 yang membutuhkan penjelasan panjang sehingga tidak bisa konten tersebut sebatas dibaca pada sebagian saja.

“Berdasarkan penelitian, masyarakat Indonesia itu selalu ingin sesuatu yang simpel, mudah dicerna, to the point, langsung ke topik intinya. Ini yang susah, memang ada hal-hal yang harus dijelaskan dan tidak bisa langsung ke intinya. Ini tantangan kita,” kata Fajri.

Baca juga: Cara tangkal hoaks vaksinasi COVID-19 ala Siberkreasi

Ia mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak membagikan informasi yang dirasa kurang meyakinkan untuk menghindari misinformasi soal COVID-19.

Dokter yang memiliki akun instagram @dr.fajriaddai itu mengingatkan agar masyarakat menjadi “rem” bagi diri sendiri khususnya di masa kuatnya arus informasi seperti saat ini.

“Jempol kita ini rem kita. Rem itu di tangan kita. Kalau memang tidak bisa buat konten, ya kalau dapat informasi yang kurang meyakinkan jangan langsung disebarkan. Apalagi kalau ga yakin itu benar. Sehingga, tidak ada kekisruhan dari informasi yang tersebar itu,” kata Fajri.

Oleh karena itu, Fajri mendukung adanya edukasi literasi digital seperti program yang baru diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan informatika, ICT Watch, dan WhatsApp agar masyarakat melek penggunaan teknologi digital dan terhindar dari misinformasi maupun hoaks.

Baca juga: Hoaks! Banyak data orang meninggal akibat vaksin COVID-19

Baca juga: Hoaks! Empat nakes meninggal akibat vaksinasi COVID-19

Baca juga: Cek Fakta: Orang lebih rentan COVID-19 setelah divaksin?

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021