Jakarta (ANTARA) -- Pandemi Covid-19 yang mewabah di Indonesia sejak awal Maret 2020, mulai menunjukan penurunan tren memasuki 2021. Momentum ini juga ditandai dengan semakin pesatnya perputaran perekonomian, tak terkecuali pembangunan infrastruktur di seluruh penjuru Tanah Air.

Mengacu pada Construction Market Outlook 2021, pasar konstruksi akan mulai bangkit pada pertengahan 2021, dengan total nilai diproyeksikan mencapai Rp196,8 triliun. Selain itu, Pemerintah Indonesia pun telah mengalokasikan Rp414 triliun untuk berbagai proyek infrastruktur, khususnya untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan sektor pariwisata.

Peta jalan menuju kebangkitan ekonomi Indonesia pascapandemi lewat sektor konstruksi ini dinilai wajib diiringi oleh dukungan penjaminan dari sektor asuransi.

Fire and Engineering Underwriter Indonesia Re Maesha Gusti Rianta mengatakan, sebuah proyek infrastruktur dinilai layak mendapatkan pendanaan apabila proyek tersebut telah mendapatkan penjaminan dari asuransi (Contractor's All Risk/CAR). Dengan kata lain, eksposur asuransi proyek tersebut telah secara komprehensif dieksplorasi dan dipahami oleh pihak asuransi dan pihak pemilik proyek.

"(CAR) menyediakan perlindungan menyeluruh baik terhadap kerusakan properti maupun kecelakaan kerja yang terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Jadi, proyek bisa terus berjalan walaupun satu atau dua hal tersebut terjadi," ujar Maesha saat memberikan paparannya di acara Sosialisasi Pedoman Underwriting 2021 yang digelar secara virtual oleh BRINS Insurance, Selasa.

Terdapat lima aspek esensial dalam mengkaji profil risiko sebuah proyek; underwriter harus memahami betul seluk beluk risiko teknis dari proyek itu, mengetahui kredibilitas kontraktor, mengetahui potensi kebencanaan dari lokasi proyek itu berada, menganalisa timeline dan rencana anggaran proyek, dan menetapkan rencana darurat.

Lebih lanjut, Maesha mencatat terdapat setidaknya empat jenis kategori proyek konstruksi dengan tingkat risiko yang berbeda-beda.

Yang pertama, wet risk atau bangunan yang langsung kontak dengan air, dengan tingkat risiko sangat tinggi atau total loss. Kedua, gedung bertingkat dengan risiko kerusakan yang umumnya berasal dari ketidaksempurnaan arsitektur/desain.

Ketiga, hunian yang risiko umumnya adalah banjir dan gempa bumi. Terakhir, jalan raya, dengan risiko berasal dari banjir dan longsor.

"Khususnya di Indonesia sebagai negara dengan tingkat kebencanaan cukup tinggi, maka sudah sepatutnya berbagai gedung penting atau proyek-proyek strategis dicover oleh asuransi secara menyeluruh," tukasnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021