Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai upaya praperadian yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan KPK terhadap Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Nursalim (ISN).

"KPK menghargai upaya praperadilan yang diajukan masyarakat dan berharap ada terobosan hukum baru karena dari awalpun, KPK meyakini perkara BLBI-BDNI ini sudah cukup bukti dan faktanya memang dakwaan Jaksa KPK terbukti menurut hukum pada tingkat PN (Pengadilan Negeri) dan banding di PT (Pengadilan Tinggi) Jakarta," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

KPK, kata dia, akan mengikuti proses praperadilan tersebut dan tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik sesuai aturan hukum yang berlaku dalam penuntasan agenda pemberantasan korupsi.

"Walaupun sudah diatur dalam UU (Undang-Undang), KPK tidak mudah dalam memutuskan penghentian penyidikan dan kami berharap polemik mengenai hal ini dihentikan," ujar Ali.

Baca juga: KPK tidak tutup kemungkinan proses kembali Sjamsul Nursalim kasus BLBI
Baca juga: Pakar hukum: Satgas Hak Tagih BLBI perlu paparkan target kerja
Baca juga: KPK siap bantu Satgas Penanganan Hak Tagih BLBI


Saat ini, lanjut dia, KPK fokus melanjutkan penyelesaian perkara pada tahap penyidikan perkara yang lain termasuk beberapa perkara yang telah dibuktikan di persidangan dan saat ini sedang dilakukan penyidikan pengembangan maupun terhadap perkara yang para tersangkanya masih berstatus masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Terkait perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)-Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tersebut, ia mengaku KPK sudah maksimal berikhtiar dalam upaya penyelesaian perkara BLBI.

"Sampai kemudian dalam sejarah KPK berdiripun, kami pertama kali lakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke MA (Mahkamah Agung) sekalipun beberapa bulan kemudian juga kembali ditolak MA," ucap Ali.

Dalam perkara BLBI-BDNI opsi yang diambil KPK dalam SP3 ini adalah alasan bukan tindak pidana karena adanya putusan akhir dari MA sehingga syarat unsur adanya perbuatan pidana penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA tersebut.

Sedangkan Sjamsul dan Itjih sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) selaku penyelenggara negara.

"Singkatnya, SAT, SN, dan ISN dalam perkara ini masih dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama, yang membedakan hanya pada peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut," kata Ali.

Ia menjelaskan disebabkan sudah ada putusan MA yang menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatannya sebagai materi penyidikan tersebut bukan tindak pidana sehingga tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana.

"Kami tegaskan perkara SN dan ISN ini bukan karena tidak selesai penyidikan dan tidak cukup bukti atau karena tersangkanya DPO yang tidak bisa ditemukan," ungkap dia.

Adapun, kata dia, terkait peluang gugatan perdata sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KPK berdasarkan UU tidak memiliki kewenangan dan "legal standing" sebagai penggugat melalui jalur perdata.

"Namun demikian, KPK dukung dan akan 'support' data yang kami miliki terkait upaya yang akan dilakukan oleh Satgas BLBI," ujar Ali.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021