Krisis sekarang ini banyak yang susah bayar bunga dan para investor melaporkan penyelenggaranya sebagai bank gelap.
Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum perbankan Yunus Husein mengatakan kasus produk high yield promissory notes (HYPN) PT IndoSterling Optima Investa (IOI) tak patut dibawa ke ranah hukum pidana.

"Kalau bank gelap itu bukan begitu produknya, harus simpanan tabungan giro atau yang sejenisnya. Nah, kalau promissory note 'kan jelas Kitab Undang-Undang Hukum DagangKUHD 174 (), unsurnya jelas dan private placement utang piutang,” kata Yunus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Jika secara bilateral dalam bentuk HYPN, kata doktor bidang Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) itu, akan ada pelunasan dari pihak-pihak yang menyelenggarakan perusahaan.

"Krisis sekarang ini banyak yang susah bayar bunga dan para investor melaporkan penyelenggaranya sebagai bank gelap," kata Yunus.

Yunus yang pernah bekerja di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu menjelaskan bahwa HYPN bukan merupakan perbankan. Perbankan merupakan suatu lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro.

"Kalau memang dilaporkan bank gelap, kenapa tidak dari dahulu? Padahal, sudah terima bunga cukup lama, kenapa baru sekarang?" kata Yunus.

Baca juga: Kuasa hukum IOI tegaskan produk HYPN bukan persoalan perbankan

Menurut dia, pada kasus HYPN IOI ini sepatutnya tidak perlu dibawa ke ranah pidana. Bahkan, dia menilai hal ini terlalu prematur.

"Apalagi, jika langkah penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sudah ada keputusan promissory notes (PN)," kata alumnus International Legal Studies dari Washington College of Law, The American University.

Jika nasabah membawa permasalahan ke hukum pidana, kata Yunus, akan merugikan kedua belah pihak.

"Kalau dipaksakan dipidana, kreditur tidak bisa bayar cicilannya, semua akan berhenti. Menang jadi arang kalah jadi abu," ujarnya.

Yunus pun menyarankan nasabah untuk tenang dan mengikuti PKPU.

Sebelumnya, pada tanggal 2 Juni 2021, pihak IOI menunaikan kembali pembayaran restrukturisasi produk HYPN senilai Rp1,9 triliun. Pembayaran tersebut menjadi tahap ketujuh yang sudah dilakukan oleh IOI sejak putusan PKPU dinyatakan inkrah.

Baca juga: Kreditur IOI minta polisi hentikan proses pidana

Berdasarkan skema Putusan No 174/Pdl Sus-PKPU 2020/PN Niaga Jakarta Pusat terdapat tujuh kelompok kreditur yang pembayarannya secara bertahap sampai 2027. Awalnya, IOI akan mulai melakukan pembayaran pada bulan Maret 2021. Namun, proses itu dipercepat pada bulan Desember 2020.

"Kami tetap berkomitmen untuk tetap menjalankan skema restrukturisasi HPYN ini secara bertahap. Kami akan maksimal untuk menjalankannya," kata Communication Director IOI Deasy Sutedja.

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021