Banda Aceh (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh bersinergi dengan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Syiah Kuala (USK) untuk mendeklarasikan fenomena alam baru, yakni Angin Geureutee.

Peneliti USK, Dr Yopi Ilhamsyah di Banda Aceh, Kamis mengatakan fenomena tersebut mirip dengan fenomena angin Bahorok di Sumatera Utara, Angin Barudu di Sulawesi, Angin Gending di Probolinggo, Angin Kumbang di Cirebon, Angin Brubu di Makassar dan Angin Wabraw di Biak.

“Penamaan Angin Geurutee ini sendiri didasarkan pada nama lokasi tempat fenomena tersebut terjadi, di mana pada rentang bulan Juli-Agustus terdapat suatu fenomena angin foehn di wilayah pegunungan Geurute,” katanya.

Baca juga: BMKG sebut fenomena di Jeneponto adalah 'water spout'

Ia menjelaskan berdasarkan data dua puluh tahun terakhir, fenomena tersebut berdampak sangat signifikan terhadap kekeringan dan kerusakan tanaman di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh, dan massa udara basah yang dapat menyebabkan banjir di wilayah Aceh Jaya.

Karena itu BMKG berkoordinasi dengan para ilmuan di FMIPA USK untuk melakukan pengamatan lebih detail terhadap fenomena itu.

Ia mengatakan sebelum deklarasi tersebut, telah dilakukan rapat koordinasi dan audiensi BMKG dengan FMIPA USK, serta disusul dengan Focus Group Discussion (FGD) secara virtual.

Baca juga: BMKG: Fenomena alam "waters pout" di Manokwari bahaya bagi nelayan

Menurut dia setelah melewati pengamatan dan analisis data yang tersedia, kedua institusi sepakat untuk mendeklarasikan fenomena itu, sehingga publik dapat memahami dengan baik tentang fenomena serta dampaknya, khususnya masyarakat yang berdomisili di lokasi terdampak yakni Banda Aceh, Aceh Besar, dan Aceh Jaya.

Prakirawan BMKG, Budi Hutasoit mengatakan, berdasarkan pengamatan pada beberapa kasus di Aceh Besar dan Pidie, embusan kencang angin ini juga dapat merobohkan pepohonan beserta akarnya serta merebahkan tanaman padi.

Dampak lain, timbul dehidrasi, hama tanaman serta penyakit seperti batuk, diare, muntaber dan kulit kusam.

“Kasus penyakit epidemik seperti malaria dan demam berdarah meningkat seiring memanasnya suhu di permukaan,” katanya.

Baca juga: BPBD DKI imbau warga waspadai fenomena awal La Nina dan MJO

Ia juga mengatakan masa tanam padi, jagung dan sebagainya harus disesuaikan dengan fenomena alam tersebut guna menghasilkan hasil panen yang lebih baik.

Rektor USK, Prof Samsul Rizal mengapresiasi kejelian para peneliti BMKG serta para peneliti FMIPA USK yang bersinergi untuk mengamati fenomena Angin Geureutee ini.

“Apa saja fenomena yang diizinkan oleh Allah SWT, pasti bermanfaat bagi manusia, dan tak mungkin sia-sia. USK siap untuk bersinergi dengan instansi manapun, yang berkeinginan untuk mempelajari berbagai fenomena alam, demi kemaslahatan manusia dan lingkungannya,” kata Samsul.

Baca juga: Kawasan Gunung Geureutee Longsor

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, berharap bahwa melalui kegiatan ini juga, BMKG ingin merangkul pemangku kepentinga pengguna informasi BMKG, agar lebih familiar dalam memanfaatkan produk-produk informasi yang dikeluarkan oleh BMKG.

Selain itu BMKG ingin memberikan sosialisasi singkat kepada stakeholder dan masyarakat di wilayah Aceh khususnya daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas Angin Geurutee ini.

Deklarasi tersebut turut dihadiri Dekan FMIPA USK,. Dr Teuku M. Iqbalsyah, Kepala Koordinator BMKG Aceh, Nasrol Aidil dan para peneliti dari kedua instansi tersebut.

Pewarta: M Ifdhal
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021