Tanjungpinang (ANTARA) - Nama Apri Sujadi kembali mendapat sorotan publik setelah sempat tenggelam beberapa bulan silam. Orang nomor satu di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, berdiri bersama Muhamad Saleh Umar, mengenakan rompi oranye.

Di hadapan kamera, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga hari lalu, menyiarkan secara langsung penahanan Bupati Bintan Apri Sujadi dalam kasus dugaan gratifikasi Pengaturan Barang Kena Cukai Dalam Pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018.

Dalam kasus yang sama lembaga anti rasuah itu juga menahan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, Muhamad Saleh Umar.

Namun sampai sekarang KPK belum mengumumkan secara resmi apakah terbuka peluang pejabat lainnya, serta pengusaha rokok ilegal dan minuman beralkohol yang terlibat kasus ini akan mengenakan rompi oranye KPK tersebut.

KPK menduga Apri menerima suap Rp6,3 miliar, dan Saleh Rp800 juta. Sementara nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp250 juta.

Penyelidikan kasus ini sudah dimulai KPK pada awal tahun 2021, setelah melakukan penelitian terhadap nilai kerugian negara akibat pemberian kuota rokok ilegal dan minuman beralkohol tahun 2017-2018. Penelitian tersebut tidak hanya dilakukan di Bintan, melainkan juga Tanjungpinang, Batam dan Karimun.

Contohnya, kuota rokok noncukai tahun 2018 yang diberikan kepada BP FTZ Batam sebanyak 995.942.569 batang, Bintan 451.228.800 batang, Tanjungpinang 904.480.000 batang, dan Karimun 147.400.000 batang.

KPK juga menghitung jumlah konsumsi rokok untuk setiap perokok per tahun di Batam mencapai 8.447 batang, Bintan 13.760 batang, Tanjungpinang 129.211 batang, dan Karimun 6.644 batang.

Nilai pembebasan cukai rokok pada tahun 2018 di Batam mencapai Rp368,4 miliar, Bintan Rp166,9 miliar, Tanjungpinang Rp334,6 miliar, dan Karimun Rp54,5 miliar.

Dari data itu, nilai kerugian negara akibat kebijakan penetapan kuota rokok di Batam dan Tanjungpinang jauh lebih besar dibanding Bintan.

Apri pada awal penyidikan kasus itu ini mengaku tidak pernah mengeluarkan ijin untuk penetapan kuota rokok dan juga tidak ada selembar kertas pun yang ditandatangani terkait hal tersebut.

Isu Apri akan ditangkap KPK terkait berbagai permasalahan di Bintan sudah berseliweran jauh sebelum KPK menggeledah ruang kerja Bupati Bintan dan Kantor Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.

Hingga saat Pilkada Bintan 2020, sejumlah pihak yang mengatasnamakan Jaringan Mahasiswa Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di Gedung Merah Putih, Jakarta. Para pengunjuk rasa meminta KPK mengusut kasus rokok noncukai itu.

Kemudian aksi dengan tujuan yang sama dilakukan oleh pihak lainnya yang mengatasnamakan Jaringan Rakyat Daerah di KPK pada Maret 2021.

Namun aksi demonstrasi itu hanya tertuju pada Apri Sujadi, padahal penetapan kuota rokok itu juga terjadi di Batam, Tanjungpinang dan Karimun.

"Saya tidak mengerti kenapa hal itu terjadi," ucap Apri.

Awal Februari 2020, penyidik mulai menunjukkan kukunya di Bintan. Berita-berita terkait penggeledahan ruang kerja Apri dan Kantor Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, yang bersempadan dengan Kejari Bintan menghiasi laman sejumlah media siber lokal dan nasional.

Apri pun saat itu perlahan-lahan menghilang dari aktivitas di ruang publik. Ia bahkan seolah-olah tidak menikmati hasil jerih-payahnya memenangkan Pilkada Bintan 2020.

Apri yang berpasangan dengan Roby Kurniawan berhasil memperoleh sebanyak 49.855 suara atau 60,38 persen, sedangkan rival politiknya, Alias Wello-Dalmasri meraih sebanyak 32.717 suara atau 39,63 persen dari total partisipasi pemilih.

Bahkan setelah dilantik sebagai Bupati Bintan pada 26 Februari 2021, Apri menghindar dari wartawan yang mengejarnya. Ia memilih untuk berziarah ke makam ibunya.

Baca juga: Bupati Bintan diduga terima Rp6,3 miliar kasus pengaturan cukai

Penetapan Tersangka
Penetapan tersangka terhadap Apri Sujadi menjadi pertanyaan berbagai pihak sebelum orang nomor satu di Bintan itu ditahan KPK.

ANTARA memperoleh sejumlah surat dari KPK selama proses penyidikan berlangsung. Sejak Maret 2021, dalam surat berlogo KPK, menyebutkan Bupati Bintan AS sebagai tersangka.

Surat dari KPK itu dipergunakan antara lain untuk menggeledah ruang kerja Apri, dan pemeriksaan saksi-saksi. Selain itu, KPK juga melayangkan surat ke Imigrasi untuk melarang Apri ke luar negeri.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri tidak pernah menanggapi pertanyaan ANTARA terkait penetapan Apri dan Saleh Umar sebagai tersangka beberapa bulan lalu. Ali Fikri berdalih bahwa KPK akan mengumumkan perkembangan soal itu kepada publik.

"Pengumuman tersangka dilakukan saat penahanan," ucap Ali beberapa waktu lalu.

Sejumlah pihak yang diperiksa KPK terkait tindak pidana korupsi pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan antara lain Mardiah (Wakil Kepala BP Bintan tahun 2011-3013), Radif Anandra (Anggota 4 Bidang Pengawasan dan Pengendalian BP FTZ Bintan tahun 2016-sekarang), Syamsul Bahrum (Sekretaris Dewan Kawasan FTZ Kepri), Alfeni Harmi (Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan di DPMPTSP Kabupaten Bintan), Yurioskandar (anggota 2 Bidang Pelayanan Terpadu BP FTZ Bintan), Rizki Bintani (Kasubag Fasilitasi dan Koordinasi Pimpinan Kabupaten Bintan dan Ajudan Bupati Bintan Periode 2016-2021), dan
Restauli (pensiunan PNS).

Muhammad Hendri, Sekretaris DPRD Bintan juga sempat diperiksa KPK. Hendri belum lama ini meninggal dunia akibat COVID-19.

Selain itu, KPK juga memeriksa sejumlah pengusaha rokok dan minol, serta melakukan penggeledahan di sejumlah gudang rokok di Pulau Bintan, Batam, Tanjungpinang dan Malang.

Baca juga: KPK tetapkan Bupati Bintan tersangka kasus korupsi cukai

Terdepak dari Demokrat
Apri terus bergerak mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia gamang menghadapi kasusnya. Berbagai sikap politiknya pun terkuak di publik seiring dengan gebrakan KPK di Bintan.

Apri yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Kepri seolah mencari jalan keluar agar terbebas dari kasus melalui kekuatan politis. Ia mendadak mengagetkan publik dengan menghadiri Konggres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang awal Maret 2021, yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua.

Foto Apri hadir dalam kongres itu pun menyebar hingga akhirnya Partai Demokrat memecatnya sebagai ketua.

"Apri dipecat sebagai ketua, tetapi masih kader partai," ucap Sekretaris DPD Partai Demokrat Kepri Husnizar Hood beberapa pekan lalu.

Setelah Apri ditahan oleh KPK, mulai dari Wabup Bintan Roby Kurniawan dan pejabat di Pemkab Bintan, termasuk para politisi Demokrat dan Partai Golkar tidak ingin berkomentar.

"Pemerintahan tetap jalan karena amanat undang-undang," kata Sekda Bintan Adi Prihantara beberapa jam setelah Apri ditahan KPK.

Baca juga: Bupati Bintan Apri Sujadi miliki kekayaan Rp8,7 miliar

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021