"Saya melihat Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, belum mampu menyelesaikan konflik-konflik agraria,"
Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menyatakan bahwa pihaknya di DPD RI, termasuk pada saat dirinya melaksanakan reses ke sejumlah wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah, sering mendapat informasi maupun keluhan terkait terjadinya konflik agraria antar masyarakat dan perusahaan serta negara.

Pernyataan itu disampaikan Teras saat menjadi pengantar kunci di Webinar bertema Tanah dan Sumber Daya Alam dalam Otonomi Daerah terkini, yang dilaksanakan Pusat Kajian Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, di Jakarta, Jumat.

"Saya melihat Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, belum mampu menyelesaikan konflik-konflik agraria," ucap Teras pada saat Webinar yang turut dihadiri Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra.

Menurut senator asal Kalimantan Tengah itu, Perpres No 86/2018 seharusnya menjadi peluang dalam memberikan kepastian dan penyelesaian terhadap masalah agraria ataupun kepemilikan lahan, baik di masyarakat, perusahaan, badan hukum maupun lainnya. Hanya, belum finalnya permasalahan tata ruang di sejumlah daerah di Indonesia, terkhusus di Provinsi Kalimantan Tengah, membuat keberadaan Perpres itu memiliki titik lemah dalam konflik agraria.

Teras mengatakan permasalahan tata ruang memang tidak sepenuhnya berada di Kementerian ATR/BPN RI, tapi juga di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Alhasil, penyelesaian masalah tata ruang sampai sekarang ini tak kunjung tuntas.

Baca juga: KSP pastikan penyelesaian konflik agraria berjalan cepat
Baca juga: Komnas HAM: Konflik agraria akibat pembangunan masih terus terjadi

"Saya berharap, webinar ini dapat memberi pemahaman dalam rangka mengurangi sengketa yang menyangkut pertanahan dan tata ruang," kata Teras Narang yang merupakan Pendiri PUSKOD UKI.

Sementara itu, Wamen ATR/BPN Surya Tjandra saat menjadi pemateri utama menyatakan, pihaknya memiliki hampir 400 kantor perwakilan yang tersebar di hampir seluruh Indonesia, terkecuali di Provinsi Kalimantan Utara. Sebanyak 400 kantor perwakilan itu selain melakukan pendataan dan pengurusan kepemilikan lahan, juga bertugas membangun komunikasi dengan pemerintah daerah.

"Permasalahan yang sering terjadi, diperlukan komunikasi yang intensif antar kantor perwakilan ATR/BPN dengan pemda. Ini gampang diucapkan, tapi susah dieksekusi," kata dia.

Meski begitu, dirinya menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN RI terus berupaya menyelesaikan semua agenda dan perintah dari Presiden Joko Widodo terkait pertanahan dan tata ruang.

"Mari bersama bergandengan tangan agar bagaimana reforma agraria benar-benar lebih bermanfaat bagi masyarakat," kata Surya.

Webinar yang dilaksanakan PUSKOD UKI itu juga turut menghadirkan Ketua PusKAH FHUP dan Waka Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Dr Kuthi Tridewiyanti sebagai pemateri, Pengajar Pasca Sarjana Fakultas Hukum UKI dan Sekretaris Eksekutif PUSKOD UKI Dr Hendri Jayadi Pandingan sebagai penanggap, serta lainnya.

Baca juga: Moeldoko: Kebijakan Satu Peta cegah korupsi dan konflik agraria Baca juga: Pemerintah gandeng ormas sipil percepat penyelesaian konflik agraria

Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021