Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan  neraca sumber daya laut yang disusun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu untuk betul-betul memperhatikan aspek sosial dan kearifan lokal warga di kawasan pesisir.

"Indikator yang dimasukkan seharusnya tidak terpaku kepada sumber daya an sich, melainkan perlu dilihat sumber daya sosial yang dimiliki oleh masyarakat sekitar (sumber daya)," kata Abdul Halim ketika dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, hal spesifik yang dapat dijadikan indikator ke dalam salah satu indikasi dalam neraca sumber daya laut misalnya adalah indikator kearifan lokal dalam melestarikan sumber daya alam secara komunal.

Ia juga menyatakan secara keseluruhan, langkah untuk membuat neraca sumber daya laut oleh pemerintah perlu untuk diapresiasi.

"Inisiatif ini baik sepanjang melibatkan masyarakat pesisir agar kekayaan sumber daya laut tidak dirusak," katanya.

Abdul Halim juga mengingatkan agar neraca sumber daya laut tidak sampai disalahgunakan untuk kepentingan yang kian menjauhkan masyarakat pesisir di berbagai daerah dari cita-cita kesejahteraannya.

Sebagaimana diwartakan, KKP tengah menyusun neraca sumber daya laut untuk mendukung geliat investasi berkelanjutan di Indonesia yang sedang dicoba digalakkan oleh pemerintah di berbagai daerah.

Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Pamuji Lestari menerangkan bahwa neraca sumber daya laut merupakan instrumen untuk mengukur kondisi sumber daya laut di Indonesia secara berkala, termasuk dimaksudkan untuk mengukur dampak investasi terhadap aset laut Indonesia.

"Kebutuhan penyusunan neraca sumber daya laut menjadi semakin mendesak dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menstimulasi geliat investasi," katanya.

Ia mengemukakan bahwa pembahasan penyusunan neraca sumber daya laut tersebut bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), serta merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia.

"Neraca sumber daya laut dipandang sebagai salah satu alat ukur yang tepat, karena dapat menghitung nilai ekonomi versus potensi kerugian secara ekologis, atau disebut sebagai nilai ekonomi investasi," jelas Tari.

Neraca sumber daya alam (termasuk laut) merupakan salah satu agenda/mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dan kesepakatan global melalui Convention on Biological Diversity (CBD), Sustainable Development Goals (SDGs), dan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE).

Sejak tahun 2020 Ditjen PRL bersama BIG, BPS, Kementerian Keuangan dan mitra lainnya telah menginisiasi penyusunan neraca sumber daya laut dengan lokasi proyek percontohan (pilot project) di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra. Inisiasi tersebut saat ini juga didukung oleh Global Ocean Account Partnership (GOAP).

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021