Sorong (ANTARA) - Seluas 1.396 hektar kawasan Cagar Alam Waigeo Barat Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, beralih status serta fungsi menjadi kawasan suaka margasatwa.

Perubahaan fungsi kawasan Cagar Alam Waigeo Barat Raja Ampat menjadi kawasan suaka margasatwa berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 745/MENLHK/SETJEN/PLA.2/9/2019.

Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Papua Barat, Budi Mulyanto di Sorong, Jumat, mengatakan bahwa sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 1.396 hektar kawasan Cagar Alam Waigeo Barat telah dialihfungsikan menjadi kawasan suaka margasatwa.

Menurutnya, kawan Cagar Alam Waigeo Barat yang dialihfungsikan tersebut berada di Kampung Sapokren dan sudah melalui kajian serta mekanisme yang berlaku.

Baca juga: Warga adat Raja Ampat sepakat lindungi pantai penetasan telur penyu

Baca juga: Wisata pulau Waigeo kaya keanekaragaman hayati


Selain itu, telah melalui proses evaluasi kajian fungsi untuk melihat sejauh mana pemanfaatannya dan sejauh mana bisa diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa alih fungsi kawasan tersebut juga merupakan salah satu solusi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mengakomodir pembangunan yang ada serta pemanfaatan ruang secara terbatas bagi pengelola kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Waigeo Barat.

Dikatakan bahwa kawasan Cagar Alam Waigeo Barat di kawasan Sapokren dialihfungsikan menjadi kawasan suaka margasatwa karena di kawasan tersebut terdapat habitat burung cenderawasih endemik Waigeo Raja Ampat.

Dimana secara aturan bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat yakni menjadi destinasi pengamatan burung cenderawasih.

"Dengan demikian wisatawan datang dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan cagar alam Waigeo Barat," ujar dia.*

Baca juga: Ini daya tarik wisatawan asing datang di Waigeo Raja Ampat

Baca juga: BKSDA lepas 30 kakatua sitaan di Waigeo Timur

Pewarta: Ernes Broning Kakisina
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021