Bisa dikatakan era kejayaan operator sudah berakhir dan pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi semakin jauh melesat
Jakarta (ANTARA) - Program Transformasi Digital Nasional 2024, yang dicanangkan pemerintah dinilai merupakan harapan bangkitnya ekonomi Indonesia di masa pandemi, dengan proyeksi rata-rata pertumbuhan ekonomi bisa sekitar lima persen pada periode 2022-2026.

"Untuk mempercepat sektor telekomunikasi menjadi industri pendorong ekonomi digital dibutuhkan konsolidasi operator, untuk memperluas pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia," kata Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno di Jakarta, Sabtu.

Dalam sebuah webinar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF), Sarwoto mengatakan setidaknya ada tiga pilar yang mendorong terciptanya transformasi digital.

Pertama, infrastruktur digital yang dapat dicapai dengan membangun konektivitas nasional hingga ke daerah 3T, membangun pusat data nasional, dan penataan frekuensi.

Kedua, lewat pemanfaatan digital yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor-sektor penting hingga UMKM dan pertanian di pedesaan. Ketiga, melalui penguatan pendukung, seperti keamanan siber, big data, fintech sampai ke mempersiapkan literasi masyarakat dan SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Menurut Sarwoto, untuk mendorong percepatan transformasi digital di Indonesia maka dibutuhkan infrastruktur jaringan yang lebih merata dengan kapasitas bandwith yang lebih besar, karena bandwith sudah menjadi kebutuhan pokok penunjang aktivitas masyarakat.

"Bayangkan jika bandwidth internet mengalami blackout, segalanya akan terganggu. Tidak hanya layanan pemerintahan, kebutuhan masyarakat, hingga hal-hal terkait kedaulatan negara dapat terancam," katanya.

Untuk itu, ujar Direktur Utama Telkomsel periode 2009-2012 ini, belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan telekomunikasi harus terus ditingkatkan untuk memperluas jaringan dan dapat menjamin pemenuhan kebutuhan bandwith yang lebih besar.

"Sekarang jumlah pelanggan telekomunikasi sudah di titik jenuh, tapi bertipe konsumen bandwidth hunger. Pendapatan terus menurun, sementara biaya investasi tinggi dan teknologinya memiliki durasi tertentu dengan kebutuhan pergantian platform," katanya.

Saat ini, pergeseran nilai telekomunikasi di mana rantai nilai tidak lagi dikuasai oleh operator, tapi beralih ke perangkat dan aplikasi.

"Bisa dikatakan era kejayaan operator sudah berakhir dan pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi semakin jauh melesat. Kondisi ini sudah diramalkan sejak 2013 di mana pendapatan konten akan lebih besar dari infrastruktur. Padahal tanpa operator telekomunikasi semua industri teknologi itu tidak berdaya," tambahnya.

Baca juga: Konsolidasi operator percepat inovasi dan transformasi digital


Konsolidasi

Untuk itu ujar Sarwoto, industri telekomunikasi membutuhkan langkah-langkah inovasi, salah satunya dengan melakukan konsolidasi bisnis atau merger, seperti yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini.

Dengan merger, terjadi sinergi sehingga bisa melakukan efisiensi dan menekan biaya. Sebab, operator yang tidak bisa mencapai target EBITDA 6 persen hingga 8 persen per tahun selama 4 tahun hingga 6 tahun berturut akan mati dengan sendirinya.

Lewat merger, kedua perusahaan juga bisa melakukan akuisisi data konsumen dan membangun market share bersama.

Menurut catatan, jumlah pelanggan Tri sebanyak 44 juta dan Indosat Ooredoo 60 juta, yang jika dijumlahkan akan menempati posisi kedua operator terbesar di Indonesia dengan jumlah pelanggan terbanyak.

Namun, tambahnya, merger atau akuisisi hanyalah pintu masuk untuk menyelamatkan operator dari kondisi pasar saat ini.

"Untuk keluar dari posisi bertahan hingga mencapai kondisi sehat dan bertumbuh, operator harus mengubah dirinya menjadi perusahaan teknologi dengan cara mengakuisisi perusahaan-perusahaan teknologi rintisan atau startup sembari berinvestasi di infrastruktur," katanya.

Meski beresiko besar, namun perburuan startup menjadi tren di kalangan operator saat ini karena bisa jauh lebih murah dan diharapkan lebih menguntungkan, dibandingkan mengakuisisi perusahaan teknologi kelas unicorn.

Sehatnya industri telekomunikasi tidak hanya berguna bagi industri itu sendiri, keberlangsungan hidupnya memberi dampak sangat besar bagi program transformasi digital nasional.

"Tanpa internet, ekonomi digital yang diharapkan meningkatkan pendapatan negara tidak akan tercapai. Butuh peran pemerintah untuk mempercepat regulasi yang dibutuhkan dan peran masyarakat untuk mendorongnya agar indeks digital Indonesia dapat meningkat," katanya.

Baca juga: Implementasi 5G dari isu investasi, spektrum, hingga "smart city"
Baca juga: Pengamat: Merger Indosat-Tri untungkan konsumen telekomunikasi


Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021