Jumhur sempat mendekam di tahanan Bareskrim Polri selama kurang lebih 7 bulan.
Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda pembacaan vonis terhadap aktivis buruh Jumhur Hidayat yang diyakini oleh jaksa menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran.

Hakim Ketua Hapsoro Widodo saat sidang di Ruang Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan, Kamis, mengatakan bahwa majelis hakim masih meminta pertimbangan dari ketua yang lama, Agus Widodo.

"Putusan belum bisa dibacakan (hari ini)," kata Hapsoro Widodo kepada Jumhur Hidayat.

Ia lanjut menerangkan bahwa majelis hakim memandang perlu mendalami pemikiran dan pertimbangan dari Agus Widodo yang sempat menjabat sebagai ketua sebelum akhirnya dimutasi ke Pontianak, Kalimantan Barat, pada bulan Juni 2021.

"Setelah majelis hakim bermusyawarah, putusan ditunda 2 minggu," kata Hapsoro yang saat itu didampingi dua hakim anggota, yaitu Nazar Effriadi dan I Dewa Made Budi Watsara.

Terkait dengan itu, Koordinator Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama menyampaikan selain meminta pertimbangan ketua yang lama, sidang ditunda karena ada beberapa berkas berita acara yang belum ditandatangani oleh Agus Widodo.

"Jadi, itu membutuhkan waktu sehingga ditunda selama 2 minggu," kata Koordinator TAUD saat ditemui usai persidangan.

TAUD merupakan nama untuk tim penasihat hukum Jumhur yang terdiri atas pengacara publik dari LBH Jakarta dan Lokataru.

Sementara itu, Jumhur, yang hadir ditemani oleh istri dan putranya, mencoba berpikir positif terhadap sidang vonisnya yang ditunda sampai 2 minggu.

"Kalau ini negara sejatinya demokrasi, harusnya itu kritik biasa, saya tidak bikin apa-apa, cuma ngomong di Twitter. Pengadilan jadi benteng terakhir dalam demokrasi suatu negara," kata Jumhur.

Ia pun berharap majelis hakim menjatuhkan vonis bebas dan membebaskan dirinya dari semua tuduhan.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) kena kasus pidana setelah mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja di akun Twitter pribadinya @jumhurhidayat pada tanggal 7 Oktober 2020.

Jumhur, lewat akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Dalam cuitannya, Jumhur mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul "35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja".

Akibat cuitan itu, kepolisian menangkap dan menahan Jumhur di Rumah Tahanan Bareskrim Polri pada tanggal 16 Oktober 2020.

Namun, pada tanggal 6 Mei 2021, majelis hakim mengabulkan permohonan kuasa hukum untuk menangguhkan masa penahanan Jumhur karena beberapa pertimbangan, antara lain yang bersangkutan masih memiliki anak yang masih balita, ditambah lagi ada jaminan dari 17 tokoh masyarakat.

Dengan demikian, Jumhur sempat mendekam di tahanan Bareskrim Polri selama kurang lebih 7 bulan.

Baca juga: Jumhur harap hakim PN Jakarta Selatan adil jatuhkan vonis

Baca juga: Tim Advokasi untuk Demokrasi minta majelis hakim bebaskan Jumhur

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021