pemerintah Indonesia dan pemerintah China telah mendiskusikan berbagai kesepakatan protokol ekspor yang dirancang untuk kedua negara tersebut
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Bambang mengatakan hambatan ekspor sarang burung walet (SBW) Indonesia ke China/Tiongkok akibat protokol yang diterapkan Kepabeanan Tiongkok atau General Administration of Customs China (GACC) wajar terjadi.

Hal ini dinilai menjadi bagian yang penting untuk mengedukasi pelaku usaha SBW Indonesia, bahwa saat ini kebutuhan akan produk-produk pangan membutuhkan jaminan keamanan pangan dan jaminan ketertelusuran (traceability) yang baik.

“Yang nama jualan kan sesuaikan kebutuhan pembeli. Saya kira masih dalam tataran wajar-wajar saja dari keseluruhan indikator-indikator yg diminta Tiongkok setelah kita pelajari.” ujar dia dalam diskusi di Gedung Barantan, Jakarta, Jumat.

Sejak tahun 2015, dikatakan bahwa pemerintah Indonesia dan pemerintah China telah mendiskusikan berbagai kesepakatan protokol ekspor yang dirancang untuk kedua negara tersebut.

Indonesia tak sekedar menerima apa yang ditawarkan China, tetapi telah terjadi diskusi panjang untuk memperjuangkan kepentingan dunia usaha Indonesia, termasuk kepentingan petani dan pengusaha SBW supaya regulasi persetujuan ekspor tersebut tak memberikan dampak buruk.

Dalam proses pembentukan regulasi, Barantan dinyatakan telah meminta pertimbangan-pertimbangan dari para pelaku usaha. Setelah akhirnya regulasi menjadi keputusan bersama, lanjutnya, maka dunia usaha SBW harus mengikuti rujukan yang telah ditetapkan.

Protokol ekspor itu disebut telah dipatuhi sejak tahun 2015 hingga 2020, hingga pada bulan Juli 2021, ternyata ada keluhan dari pelaku usaha Indonesia yang menganggap aturan tersebut telah menghambat laju ekspor SBW.
Baca juga: Kementan pacu peningkatan ekspor porang dan sarang burung walet
Baca juga: Perusahaan Indonesia-China bangun pabrik sarang walet di Shanghai


Keluhan tersebut merupakan respon atas evaluasi GACC per Juli 2021 bahwa ada beberapa perusahaan SBW Indonesia yang dianggap abai dari protokol ekspor karena kuota ekspor melebih kapasitas yang didaftarkan GACC. Padahal, pelaku usaha telah menyepakati perjanjian protokol ekspor.

“Kepada kalangan dunia usaha, jangan juga gampang menyalahkan orang lain. Tetapi ini menjadi kesempatan untuk introspeksi diri bahwa apa yang kita lakukan belum sempurna, dan untuk menuju daya saing yang lebih baik lagi, saya kira ini (kualitas pangan) menjadi bagian penting untuk kita miliki,” tutur dia.

Selanjutnya, dia menekankan agar setiap ekspor SBW ke luar negeri adalah yang terbaik dari sisi kualitas guna membangun citra merek (brand image) sehingga keberlanjutan SBW Indonesia dapat diakui paling baik kualitasnya.

Pemerintah dinyatakan tak memberikan aturan khusus terkait ekspor, namun memberikan ruang-ruang level sesuai kapasitas perusahaan, apakah mampu mengekspor sesuai aturan GACC yang sangat ketat karena sistem ketertelusuran China sangat menekankan kualitas produk SBW.

Adapun yang masih terkendala mengirimkan produk ke China, tukasnya, maka dapat diarahkan ke pasar SBW di negara lainnya.

“Bagi mereka (perusahaan) yang masih belum bisa mengikuti (aturan), jangan koreksi bahwa pemerintah seakan-akan hanya memediasi perusahaan-perusahaan besar saja. Kalau ada perusahaan-perusahaan yang bisa mengekspor kualitas yang lebih baik, kita berikan kepada yang memang mampu,” ujar Bambang.
Baca juga: Pemprov Jatim dorong peningkatan ekspor sarang burung walet
 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021