Tujuh titah yang diberikan dalam Deklarasi Sumedang kepada Ketua DPD RI merupakan keputusan raja dan sultan.
Jakarta (ANTARA) -
Sekretaris Jenderal Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) R.A. Yani Kuswodidjoyo menegaskan tujuh titah raja dan sultan merupakan keputusan internal organisasi.
 
"Tujuh titah yang diberikan dalam Deklarasi Sumedang kepada Ketua DPD RI LaNyalla Mataliti merupakan keputusan raja dan sultan yang tergabung dalam Dewan Kerajaan MAKN," kata Yani kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
 
Yani menegaskan bahwa MAKN dalam mengeluarkan tujuh titah itu tidak pernah membawa atau melibatkan pihak lain di luar MAKN.

Sementara itu, Ketua Badan Advokasi dan Bantuan Hukum MAKN Kemas Herman menyebutkan salah satu poin penting dari tujuh titah itu adalah mendorong pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang.
 
Herman menjelaskan poin pertama dari titah itu merupakan sebagai bagian dari upaya melindungi kearifan lokal, hak adat, dan budaya Nusantara, para raja dan sultan Nusantara mendesak lembaga legislatif dan eksekutif untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi UU.

Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) merupakan organisasi perkumpulan yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 2019 berkedudukan di Denpasar, Bali.
 
Pertama kali dibentuk, MAKN beranggotakan 36 kerajaan sebagai deklarator. Hingga saat ini, sebanyak 55 kerajaan telah bergabung dalam MAKN.
 
Sebelumnya, Badan Pengurus Silaturahmi Nasional Raja Sultan Nusantara Indonesia menanggapi tujuh titah raja dan sultan Nusantara yang diberikan MAKN kepada Ketua DPD RI.
 
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sekjen Silaturahmi Nasional Raja Sultan Nusantara Indonesia Upu Latu M.L. Benny Ahmad Samu Samu menegaskan tujuh titah raja dan sultan itu merupakan pengakuan sepihak, tanpa persetujuan raja dan sultan seluruh Nusantara dalam wilayah NKRI.
 
Hal yang sama disampaikan Dewan Kerajaan Kesultanan Adat Nusantara (DKKAN) yang menyatakan sikap jika titah raja yang dibacakan dalam pertemuan MAKN tidak sama sekali merupakan kesepakatan seluruh raja dan sultan di NKRI.

Sekjen DKKAN Andi Muhammad Oza Tagunu dalam keterangan tertulis menyatakan mereka yang hadir dalam pertemuan organisasi MAKN tidak mewakili suara dari seluruh raja, sultan, ratu, pangeran, dan pewaris adat di Nusantara.
 
Sementara itu, Asosiasi Kerajaan dan Keraton se-Indonesia (AKKI) dalam keterangan tertulis mempertanyakan urgensi titah raja dan sultan yang diberikan MAKN kepada Ketua DPD RI.
 
Eksekutif Nasional AKKI Shri Lalu Gde Pharmanegara Parman mempertanyakan apakah para raja dan sultan yang hadir pada kegiatan itu sudah dianggap representatif untuk menyatakan keseluruhan raja dan sultan Nusantara.

Baca juga: MAKN siap berkontribusi di tengah pandemi COVID-19

Baca juga: MAKN: Literasi dan ketertarikan masyarakat pada kerajaan masih rendah

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021