Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan modifikasi pelayanan program Keluarga Berencana (KB) di rumah sakit untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan alat kontrasepsi.

“Pembiayaan pelayanan KB sudah bisa dibayarkan di fasilitas kesehatan manapun tanpa melewati mekanisme rujukan lagi," kata Plt. Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Dwi menjelaskan saat ini rumah sakit sudah bisa melakukan pelayanan KB dengan pembiayaan ditanggung BKKBN melalui mekanisme Biaya Operasi KB (BOKB). Anggaran BOKB itu nantinya ditempatkan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) KB kabupaten atau kota.

Modifikasi itu dilakukan setelah BKKBN menghidupkan kembali pemakaian KB di rumah sakit, setelah mengetahui bahwa banyak masyarakat yang berminat untuk mendapatkan pelayanan KB, namun memiliki kesulitan dalam mengakses pusat-pusat pelayanan KB, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah.

Baca juga: Kepala BKKBN: Bidan mesti edukasikan KB dengan cara santun

Baca juga: Terkait Jalan Ataturk, DKI bersurat ke KBRI Ankara


Berdasarkan data milik BKKBN, pengguna pil KB kini telah mencapai 30 persen, pengguna suntik KB 40 persen, vasektomi 2 persen, IUD 10 persen, implan 15 persen serta tubektomi sekitar 5 persen.

"Jadi sudah tidak ada lagi kendala pelayanan KB di manapun, sejauh sumber daya manusia di rumah sakit dan fasilitas kesehatan memiliki kompetensi," ucap Dwi.

Untuk mewujudkan kompetensi itu, dia menuturkan pada periode tahun 2011 hingga 2015, BKKBN telah menyelenggarakan pelatihan tingkat nasional kepada 40.000 dokter dan bidan yang bertujuan meningkatkan kompetensi dalam memberikan pelayanan KB dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).

Selain memodifikasi layanan KB dan meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan, pihaknya juga sedang mengembangkan pil kontrasepsi Gandarusa bagi pria yang saat ini sedang dalam fase uji klinik sekaligus mengembangkan pil KB yang memiliki banyak manfaat.

Dwi berharap melalui upaya-upaya yang dilakukan, jumlah peserta KB akan meningkat dalam cakupan wilayah yang lebih luas dan peserta drop out KB menurun.

Ia juga berharap bahwa paradigma tentang konsep membangun keluarga akan berubah, sehingga target BKKBN pada ibu setelah bersalin memakai KB sebesar 70 persen dapat tercapai serta menghindari angka kekerdilan (stunting) meningkat.

"Paling tidak 70 persen ibu yang bersalin saat pulang ke rumah harus sudah memakai KB. Apapun metodenya. Minimal bawa pil sebagai kontrasepsi antara sebelum mereka memakai MKJP," kata dia.

Sebelumnya pada tahun 2014, pemerintah menerapkan pelayanan asuransi serentak nasional melalui BPJS Kesehatan. Hadirnya BPJS mengharuskan pelayanan dilakukan secara bertahap dimulai dari fasilitas kesehatan terendah seperti puskesmas dan klinik.

Sementara pelayanan KB akan diberikan di rumah sakit melalui mekanisme rujukan. Akibatnya, pelayanan KB di rumah sakit sempat mengalami penurunan secara drastis.*

Baca juga: Kepala BKKBN: Penambahan 4.000 penyuluh KB disetujui Presiden

Baca juga: BKKBN distribusikan dana untuk vaksinasi dan stunting empat wilayah


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021