Tidak bisa gegara nila setitik rusak susu sebelanga, atau hanya satu dua oknum bermasalah, kemudian MUI dibubarkan.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah meminta agar polemik tentang pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera dihentikan karena tidak produktif untuk kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Menurut dia, penangkapan salah satu anggota Komisi Fatwa MUI oleh Densus 88 tidak bisa dijadikan alasan membubarkan organisasi para ulama dan ormas-ormas Islam tersebut.

"Namun, semua pihak juga harus mendukung Polri untuk memproses dugaan tindak pidana terorisme terhadap siapa pun oknum pengurus MUI yang terlibat sesuai dengan hukum yang berlaku agar masyarakat juga tenang dan tidak terpengaruh berbagai opini yang merugikan nama baik dan kredibilitas MUI," kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia meminta aparat penegak hukum harus profesional mengungkap dugaan tindak pidana terorisme yang dilakukan oknum pengurus MUI dan memproses kasusnya dengan cepat ke pengadilan.

Hal itu, menurut dia, agar semua pihak punya akses yang adil dan seimbang mendengarkan duduk perkara yang sebenarnya dan menghindari kehebohan publik yang tidak produktif.

"MUI punya kedudukan yang kuat, bahkan perannya diakui dalam beberapa produk undang-undang yang dikeluarkan pemerintah. Organisasi ini juga terbukti mampu menyatukan beragam organisasi keislaman melalui perwakilan tokoh-tokoh mereka di MUI," ujarnya.

Dalam sejarahnya, kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI itu, MUI memang berdiri sebagai hasil musyawarah para ulama, cendekiawan, dan zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Menurut dia, mereka terdiri atas ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam besar, semacam Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Indonesia (GUPPI), PTDI, Dewan Masjid Indonesia (DMI), Al Ittihadiyyah, serta empat ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polri, juga 13 tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

"Dari sejarah berdirinya MUI bisa kita lihat, organisasi ini punya potensi besar untuk mempersatukan berbagai elemen umat Islam Indonesia dengan visi Islam kebangsaannya masing-masing. Oleh karena itu, tidak bisa hanya gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, atau hanya karena satu dua oknum bermasalah, kemudian MUI dibubarkan," katanya.

Dikatakan pula bahwa apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana MUI kembali pada empat tujuan umum pendirian MUI, yakni: pertama, organisasi ini harus menjalankan perannya dalam membimbing, membina, dan mengayomi umat muslim di Indonesia dengan cara yang dijelaskan Pancasila.

Kedua, berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan mempertahankan kerukunan antarumat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.

"Tujuan ketiga, organisasi ulama ini hendaknya kembali menempatkan diri dalam posisi memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan kepada umat Islam di Indonesia," ujarnya.

Tujuan keempat, lanjut di,a MUI hendaknya menjadi penghubung antara ulama dan umara (pemerintah) dan menjadi penerjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna menyukseskan pembangunan nasional.

Ditegaskan pula bahwa peran-peran tersebut yang perlu dikuatkan MUI sebagai lembaga nonpemerintah.

Baca juga: Menko Polhukam: Tidak ada hubungan MUI dan terduga teroris di Bekasi

Baca juga: Miftachul: MUI introspeksi setelah anggotanya ditangkap Densus 88


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021