Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden menyatakan Pemerintah terus mencari solusi terbaik bagi membantu calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang akan berangkat ke berbagai negara.

KSP dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menekankan CPMI maupun pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Adapun hasil kerja keras KSP dan pemerintah sejauh ini mulai membuahkan hasil dengan dibukanya kembali pintu-pintu negara penempatan bagi para pekerja migran Indonesia seperti Taiwan dan beberapa negara lainnya.

"Pembukaan kembali Taiwan merupakan bukti nyata kerja keras pemerintah terutama peran KSP dalam memperhatikan nasib para pekerja migran. Negara benar-benar hadir dalam melindungi hak warga negaranya. Saya sangat berterima kasih," ujar Novlin salah satu CPMI yang awal bulan November lalu mengadu kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, tentang sulitnya berangkat ke negara penempatan.

Baca juga: Kompak serahkan mural ke KSP minta Presiden sahkan Revisi PP 109/2012

Novlin adalah CPMI asal Poso, yang sudah menunggu keberangkatan ke luar negeri sejak Maret 2021. Padahal para pekerja migran tersebut sudah memiliki sertifikat vaksin sesuai yang dipersyaratkan.

Akhirnya Novi bersama beberapa pekerja migran menemui Kepala Staf Kepresidenan untuk mengadukan nasibnya.

Mendengar hal tersebut, KSP bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan berkolaborasi mencarikan solusi pada permasalahan tersebut hingga akhirnya negara penempatan mau kembali membuka pintunya bagi pekerja migran Indonesia.

Sertifikat vaksin merupakan salah satu isu yang terus dikawal oleh KSP.

Bahkan Kepala Staf Kepresidenan memberikan perhatian khusus terkait penyelesaian isu ini. Untuk itu, KSP kembali menggelar Rapat Koordinasi bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Tenaga Kerja, secara daring dari Jakarta.

Rakor tersebut membahas bagaimana sertifikasi vaksin bagi para CPMI/PMI.

"Presiden Joko Widodo meminta agar para CPMI/PMI mendapat fasilitas untuk berangkat ke negara tujuan penempatan, karena akan sangat berdampak untuk membantu agenda ekonomi," ujar Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan.

Abetnego menjelaskan, selama ini Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh CPMI ketika ingin berangkat ke negara penempatan. Mulai dari tidak terbacanya QR Code pada aplikasi PeduliLindungi, hingga jenis vaksin CPMI tidak sesuai atau tidak diakui oleh pemerintah negara tujuan penempatan.

Baca juga: KSP: Presiden arahkan pembangunan Papua dengan pendekatan wilayah adat

Perwakilan Kemenaker Yusuf Setiawan memaparkan, negara penempatan yang masih terkendala adalah Kuwait, lantaran negara tersebut tidak menerima CPMI yang mendapat jenis vaksin Sinovac. Hingga akhirnya keberangkatan dan penempatan 176 CPMI/PMI ke Kuwait tertunda.

Sementara itu, beberapa negara memberikan syarat kepada para CPMI/PMI agar memperoleh booster dengan vaksin Sinovac lebih dulu.

Korea Selatan, Kuwait, Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab menyarankan CPMI untuk melakukan vaksin ulang, sedangkan untuk Qatar belum ada informasi resmi dari Pemerintah Qatar terkait booster.

“Di Indonesia sendiri, keinginan untuk booster baru direncanakan pada tahun 2022, dengan skema berbayar terkecuali untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak perlu membayar apabila memerlukan booster,” ungkap Yusuf.

Adapun Dit. Binapenta Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Kemenaker Edo menyampaikan, aplikasi PeduliLindungi saat ini hanya mencantumkan NIK dan belum mencantumkan nomor paspor pada sertifikat vaksin.

Kemudian pengembangan QR Code selanjutnya akan dilakukan pembahasan terkait pengembangan teknis, agar nantinya dapat terbaca oleh negara penempatan CPMI/PMI.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf mengatakan, nomor paspor belum dapat "digenerate" ke dalam sertifikat vaksin pada aplikasi PeduliLindungi, sehingga membutuhkan waktu untuk dapat memasukkan nomor paspor tersebut.

Anas pun memaparkan beberapa opsi untuk 'interoperabilitas' dan 'rekognisi' vaksin Indonesia di negara lain. Pertama, verifikasi manual di setiap negara melalui masing-masing kedutaan seperti melalui vaksin.dto.kemkes.go.id.

Kedua, verifikasi antar sistem dengan interoperabilitas yang aman.

Selain itu ada juga opsi verifikasi melalui contoh standar DIVOC (WHO), EU Standard.

“Sehingga sertifikat vaksin Indonesia dapat dihubungkan dengan standar DIVOC. Opsi ini masih dalam proses dan diupayakan akan selesai pada bulan depan,” ungkap Anas.

Baca juga: Moeldoko terima mural tentang bahaya rokok
Baca juga: KSP: Jalan bypass KEK Mandalika menunjang ekonomi-pariwisata

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021